Senin, Agustus 22, 2022

Nasionalisme Arab

 

nasionalisme Arab selama jangka waktu sebelumnya Islam? Yang paling penting mungkin adalah lingkungan keadaannya. Pada beberapa contoh lainnya pertemuan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial merupakan suatu tirani dari satu pihak saja, yakni kekuasaan alam terhadap manusia. Riwayat bangsa Arab dimasa pra-Islam sebagian besar merupakan suatu catatan dari pada perjuangan mereka yang tiada henti-hentinya untuk mempertahankan kehidupan, melalui penyesuaian diri dengan alam dan masyarakat terhadap lingkungan yang sangat kejam, atau apabila usaha-usaha demikian tidak berhasil mereka pindah menjalankan ekspansi.

Memang kesukaran itu ada baiknya, asal tidak terlalu atau mutlak. Karena kesukaran itu dapat berupa suatu bencana yang mematikan dan bukannya mendorong masyarakat yang tertimpa. Perlu sekali dalam menjelaskan hal ini karena dalam mengukur pengaruh lingkungan terhadap bangsa Arab di zaman pra-Islam, maka para ahli sejarah khususnya mereka yang cenderung membenarkan thesis bahwa “kesukaran itu baik”, menunjukkan kepada gejala (terhadap zaman purbakala dan abad pertengahan) bahwa daerah industri modern pasti ditinggalkan. Yakni pertemuan antara bangsa-bangsa pengembara (nomad) dan bangsa-bangsa yang menetap, pindahnya bangsa-bangsa pengembara yang meninggalkan gurun-gurun dan daerah-daerah steppa ke daerah-daerah bangsa menetap yang terlalu mewah dan moralnya sudah merosot. Keberaniannya, kekerasan hatinya, dan kecepatan geraknya disyaratkan kepada bangsa yang hidup mengembara, memberi keunggulan pertama kepada mereka dan kesudahan sengketa menguntungkan mereka. Akan tetapi ini hanyalah hasil yang tak langsung diperoleh dengan bayaran mahal dalam abad yang sunyi ; dan jika kita membenarkan tafsiran Ibn Khaldun, maka hasil inipun pasti tak lama dinikmatinya, karena kemenangan mengandung benih-benih kehancuran.

Ekspansi Arab Islam sebagai gelombang terakhir daripada perpindahan bangsa Semit yang disebabkan oleh karena gersangnya Zazirah Arab dan disebabkan oleh perubahan iklim, namun tak dapat disaksikan bahwa tanpa Islam sebagai faktor menjatuhkan dan tanpa adanya pribadi-pribadi yang kuat yang pertama-tama memimpin mereka. Jasa Islam sebagai kekuatan yang kreatif dalam membentuk bangsa Arab oleh karena itu, jasa Islam pertama ialah menasionalismekan kehidupan Arab didalam persaudaraan masyarakat Islam. Orang-orang Arab sebagai bangsa sangat tergantung kepada agama Islam, dan mereka sadar akan darma kesejahteraan itu. Kalif Umar, yang selama khalifanya telah diletakan dasa-dasar negara, memberikan kedudukan utama kepada bangsa Arab sebagai tulang punggung Islam. Untuk menarik garis antara agama universal yang terwujud dalam kegiatan duniawi dan univversal nasionalisme, dimana kebaikan umat manusia diwujudkan dengan kebaikan bangsanya? Apapun alasannya perbuatan-perbuatan yang tegas dan konsekuen, kebijaksanaan-kebijaksanaan kemasyarakatan, ekonomi, politik dan militer dijalankan untuk kepentingan bangsa Arab.

Politik nasionlisme Arab, terdorong oleh alasan-alasan kenegaraan apabila meluasnya agama Islam untuk tujuan-tujuan praktis yang identik dengan hasil-hasil yang dicapai oleh tentara-tentara Arab. Azas nasionalisme, yang dahulu merupakan penegak imperium, terdesak oleh universalisme Islam yang tak mengadakan perbedaan yang tegas antara orang-orang Arab dan pemeluk-pemeluk Islam yang bukan Arab.

Faktor-faktor pencetus nasionalisme di Arab adalah :

1.      Bahasa

Bahasa adalah penting, karena ia merupakan media (alat) dengan mana rakyat menyatakan pikirannya dan perasaannya.

2.      Tradisi-tradisi sejarah

Tradisi sejarah adalah suatu faktor yang menyebabkan integrasi asal disajikan dengan tepat yaitu bukanlah menciptakan keadaan masa sekarang dengan masa lampau, melainkan dengan penciptaan kembali kemasa lampau serupa dengan keadaan sekarang.

3.      Persamaan kepentingan

Faktor yang ketiga yang membina nasionalisme Arab ialah persamaan kepentingan, karena kepentingan bersama ada antara berbagai bagian dunia Arab yang luas itu, maka agama-agama yang dahulu adalah penjamin kepentingan menjadi kehilangan tugasnya kecuali dibidang-bidang moral dan etika.

Nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil oleh nasionalisme bangsa Arab yaitu: Persatuan, Nilai Moral, Nilai Religius, Nilai Nasionalisme, dan lain-lainnya.

Senin, Agustus 08, 2022

Faktor-faktor nasionalisme Arab

 

                   Faktor-faktor nasionalisme Arab

Dalam merumuskan unsur-unsur pokok nasionalisme Arab dapat mengambil dari dua sumber utama yaitu yang pertama, warisan masa lampau, persamaan bahasa, tradisi-tradisi, serta pengalaman-pengalaman sejarah. Semuanya diklarisifikasikan sebagai penyebutan bersama dari bangsa Arab. Sumber kedua yaitu pengaruh-pengruh kebudayaan Barat. Pengaruh pikiran Barat kepada perumusan gagasan-gagasan nasionalisme dapat diduga dari kenyataan bahwa sebagian besar dari penulis-penulis mengenai hal tersebut berpendidikan dan berpandangan secara Barat.

Faktor-faktor pencetus nasionalisme di Arab adalah :

1.      Bahasa

Bahasa adalah penting, karena ia merupakan media (alat) dengan mana rakyat menyatakan pikirannya dan perasaannya. Itu dikarenakan orang menganggap bahasa Arab itu sebagai bahasa yang sempurna yang ternya dari sebagian litelatur mengenai soal ini, tanpa memberi tempat kepada faktor-faktor keadaan ketika bangsa Arab masih bersifat nomaden atau pengembaraan, maka bahasanyapun mencerminkan kesan kehidupan pengembaraan dalam segala segi dan cabang-cabangnya. Bahasa Arab menjadi media utama kebudayaan Arab didunia hal itu dapat dilihat dari kitab suci agama Islam yaitu Al-quran.

2.      Tradisi-tradisi sejarah

Tradisi sejarah adalah suatu faktor yang menyebabkan integrasi asal disajikan dengan tepat yaitu bukanlah menciptakan keadaan masa sekarang dengan masa lampau, melainkan dengan penciptaan kembali kemasa lampau serupa dengan keadaan sekarang. Tradisi-tradisi sejarah itu sendiri merupakan senjata bermata dua yakni bisa membangkitkan rasa solidaritas dengan melukiskan kembali peristiwa-peristiwa dalam sejarah dan juga dspat memecahbelahkan, dengan melukiskan peristiwa-peristiwa yang kelam. Oleh karena itu, apabila ahli-ahli teori nasionalisme menduduki sejarah di tempat kedua diantara faktor-faktor terpenting dalam nasionalisme, maka maksudnya ialah sejarah yang telah disaring, yang sudah sama sekali dibersihkan dari hal-hal yang merugikan bangsa itu sendiri.

 

 

 

 

3.      Persamaan kepentingan

Faktor yang ketiga yang membina nasionalisme Arab ialah persamaan kepentingan, karena kepentingan bersama ada antara berbagai bagian dunia Arab yang luas itu, maka agama-agama yang dahulu adalah penjamin kepentingan menjadi kehilangan tugasnya kecuali dibidang-bidang moral dan etika.

Maka kepentingan nasionalisme atau kepentingan bersama disamakan dengan kepentingan-kepentingan ekonomi untuk menjaga kestabilan dalam suatu bangsa. [1]



[1] Ibid, hlm.63-70

Senin, Agustus 01, 2022

Nasionalisme di Arab pada masa Islam

 

2                      Nasionalisme di Arab pada masa Islam

Islam adalah suatu agama, suatu rangkaian dokrin-dokrin dan kepercayaan-kepercayaan yang berkisar pula tauhid (keesaan), yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah asas rohani tertinggi dan terahir dari segala kehidupan. Islam adalah agama universal, bukan agama nasional. Islam merupakan suatu macam susunan negara. Dari bentuk asalnya yang sederhana sebagai republik kota, kita mengikuti masyarakat Islam Arab bagaiman ia meluas sebagai pohon besar hingga daun-daunnya melingkupi sebagian terbesar dunia yang dikenal pada zaman itu. Maka tumbulah masyarakat Arab-Islam berkembang melampaui asal permulaannya. Kekuasaan bangsa Arab, yang pertama-tama merupakan penegak dan inti imperium, terdesak oleh paham universal khalifah. Maka sebagai paham ketatanegaraan, Islam mengandung berbagai corak dan taraf perkembangan, yang cukup berbedanya satu sama lainnya, sehingga menghendaki pengamat amat cermat sekali, serta Islam merupakan suatu daerah peradaban dan kebudayaan yang meskipun beraneka coraknya, mengandung kesan persatuan yang jelas dan tak bisa dibantah lagi. Dua proses telah digerakan oleh bangsa Arab yang meskipun hubungan diantaranya sangat erat, namun tak identik. Proses pertama yang sifatnya lebih luas ialah tersiarnya agama Islam sebgain agama diberbagai negeri dan dikalangan berbagai jenis bangsa serta latar belakang kebudayaan. Proses kedua yang lebih sempit sifatnya ialah proses Arabisasi, yakni pertumbuhan khususnya di Timur Tengah dan Afrika Utara suatu masyarakat bahasa, bangsa, dan kebudayaan Arab.

Gerakan Islam khususnya telah berhasil untuk petama kali dalam sejarah mempersatukan bangsa Arab. Ekspansi Arab Islam sebagai gelombang terakhir daripada perpindahan bangsa Semit yang disebabkan oleh karena gersangnya Zazirah Arab dan disebabkan oleh perubahan iklim, namun tak dapat disaksikan bahwa tanpa Islam sebagai faktor menjatuhkan dan tanpa adanya pribadi-pribadi yang kuat yang pertama-tama memimpin mereka. Jasa Islam sebagai kekuatan yang kreatif dalam membentuk bangsa Arab oleh karena itu, jasa Islam pertama ialah menasionalismekan kehidupan Arab didalam persaudaraan masyarakat Islam. Orang-orang Arab sebagai bangsa sangat tergantung kepada agama Islam, dan mereka sadar akan darma kesejahteraan itu. Kalif Umar, yang selama khalifanya telah diletakan dasa-dasar negara, memberikan kedudukan utama kepada bangsa Arab sebagai tulang punggung Islam. Untuk menarik garis antara agama universal yang terwujud dalam kegiatan duniawi dan univversal nasionalisme, dimana kebaikan umat manusia diwujudkan dengan kebaikan bangsanya? Apapun alasannya perbuatan-perbuatan yang tegas dan konsekuen, kebijaksanaan-kebijaksanaan kemasyarakatan, ekonomi, politik dan militer dijalankan untuk kepentingan bangsa Arab.

Politik nasionlisme Arab, terdorong oleh alasan-alasan kenegaraan apabila meluasnya agama Islam untuk tujuan-tujuan praktis yang identik dengan hasil-hasil yang dicapai oleh tentara-tentara Arab. Azas nasionalisme, yang dahulu merupakan penegak imperium, terdesak oleh universalisme Islam yang tak mengadakan perbedaan yang tegas antara orang-orang Arab dan pemeluk-pemeluk Islam yang bukan Arab. Sejak saat itu bangsa Arab hanyalah semata-mata merupakan salah satu bangsa dalam imperium dan dengan munculnya imperium Ottoman pada awal abad ke-16 sisa terakhir kekalifahan orang Arab akhirnya lenyap juga. [1]

 



[1] Ibid, hlm.17

Senin, Juli 25, 2022

Nasionalisme Arab pada masa pra-Islam

 

2  Nasionalisme Arab pada masa pra-Islam

Faktor-faktor kuat dalam perkembangan nasionalisme Arab selama jangka waktu sebelumnya Islam? Yang paling penting mungkin adalah lingkungan keadaannya. Pada beberapa contoh lainnya pertemuan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial merupakan suatu tirani dari satu pihak saja, yakni kekuasaan alam terhadap manusia. Riwayat bangsa Arab dimasa pra-Islam sebagian besar merupakan suatu catatan dari pada perjuangan mereka yang tiada henti-hentinya untuk mempertahankan kehidupan, melalui penyesuaian diri dengan alam dan masyarakat terhadap lingkungan yang sangat kejam, atau apabila usaha-usaha demikian tidak berhasil mereka pindah menjalankan ekspansi.

Memang kesukaran itu ada baiknya, asal tidak terlalu atau mutlak. Karena kesukaran itu dapat berupa suatu bencana yang mematikan dan bukannya mendorong masyarakat yang tertimpa. Perlu sekali dalam menjelaskan hal ini karena dalam mengukur pengaruh lingkungan terhadap bangsa Arab di zaman pra-Islam, maka para ahli sejarah khususnya mereka yang cenderung membenarkan thesis bahwa “kesukaran itu baik”, menunjukkan kepada gejala (terhadap zaman purbakala dan abad pertengahan) bahwa daerah industri modern pasti ditinggalkan. Yakni pertemuan antara bangsa-bangsa pengembara (nomad) dan bangsa-bangsa yang menetap, pindahnya bangsa-bangsa pengembara yang meninggalkan gurun-gurun dan daerah-daerah steppa ke daerah-daerah bangsa menetap yang terlalu mewah dan moralnya sudah merosot. Keberaniannya, kekerasan hatinya, dan kecepatan geraknya disyaratkan kepada bangsa yang hidup mengembara, memberi keunggulan pertama kepada mereka dan kesudahan sengketa menguntungkan mereka. Akan tetapi ini hanyalah hasil yang tak langsung diperoleh dengan bayaran mahal dalam abad yang sunyi ; dan jika kita membenarkan tafsiran Ibn Khaldun, maka hasil inipun pasti tak lama dinikmatinya, karena kemenangan mengandung benih-benih kehancuran.

Sebagai kutuk ataupun sebagai berkah, akibat lingkungan memanglah menentukan. Dilapangan politik, hal ini tak memungkinkan dibentuknya suatu pemerintahan pusat kepada siapa rakyat dapat mempunyai tanggung jawab, tugas politik dan disekitar mana dapat berkembang suatu tradisi kesetiaan dan disiplin. Tiadanya stabilitet politik yang menggoncangkan Imperium Arab sampai pada dasarnya segera setelah imperium itu didirikan disebabkan karena tiadanya tradisi politik bersama di zaman pembangunan yang menentukan sebelum Islam. Kemana mereka itu pergi, orang-orang Arab membawa serta individualismenya yang mendalam dan dipertahankannya dengan gigih serta kebenciannya kepada segala otoritet kecuali otoritet pemimpin sukunya sendiri, dengan siapa mereka dihubungkan dengan ikatan kekeluargaan.

Akan tetapi kecenderungan lepas dari pusat ini diimbangi oleh sifat lainnya yang disebabkan oleh lingkungannya berupa gurun, rasa senasib-sepenanggungan, asabiyah (setiakawan), oleh Ibn Khaldun dianggap sebagai penegak, elanvital negara. Rasa senasib-sepenanggungan ini, yang mirip dengan gagasan patriotisme modern (meskipun lebih terbatas dalam penggunaannya), khususnya sangat kuat di Arab pra-Islam karena dalam keadaan dimana tiada kekuasaan politik pusat, asabiyah ini merupakan satu-satunya perlindungan kepada individu di tengah lingkungan yang liar dan buas. Ini berdasarkan asas keamanan bersama dan didalamnya terdapat kewajiban dan hak kedua-duanya. Jika ada individu kena bencana atau dirugikan, maka masyarakat suku berusaha mengganti kerugian. Karena menyadari perlindungan dan bantuan ini, maka setiap anggota menyatakan kesetiaan dan kebaktian tanpa syarat kepada masyarakat bersama. Ikatan kesetiaakawanan memberi pengaruh yang sangat mendalam kepada peruntungan bangsa Arab pada awal masa Islam, karena ikatan itu tak sedikit memudahkan tugas untuk mengorganisasi dan mempersatukan mereka yang sudah setengahnya terselenggara dalam tentara suku yang berdisiplin dan berkobar semangatnya serta adanya persekutuan suku yang kuat pula. [1]



[1] Nuseibeh, Zaki Hazem. 1969. Gagasan Nasionalisme Arab. Djakarta. Bhratara hlm.4

 

Senin, Juli 18, 2022

Praktek Demokrasi pada masa George Walker Bush

 

           Praktek George Walker Bush

George Walker Bush dilantik  20 Januari 2001 setelah terpilih lewat pemilu presiden tahun 2000 dan terpilih kembali pada pemilu presiden tahun 2004. Jabatan kepresidenan kedua kalinya berakhir pada 20 Januari 2009 George Walker Bush  merupakan   presiden yang mengikuti jejak ayahnya George H. W. Bush Presiden ke-41. George Walker Bush  pada Masa jabatannya sebagai presiden didominasi “perang melawan terorisme”, yang mencuat setelah terjadinya Peristiwa 9/11 (serangan terhadap WTC). Bush mengumumkan Perang melawan terorisme secara menyeluruh. Sepanjang Oktober 2001, Beliau memerintahkan invasi ke Afganistan untuk melumpuhkan kekuatan Taliban dan al-Qaeda. Pada Maret 2003, Bush memerintahkan penyeranganan ke Irak dengan alasan bahwa Irak telah melanggar Resolusi PBB no. 1441 mengenai senjata pemusnah massal dan karenanya harus dilucuti dengan kekerasan. Setelah digulingkannya rezim Saddam Hussein, Bush bertekad memimpin AS untuk menegakkan demokrasi di Timur tengah, yang dimulai dengan Afganistan dan Irak.  Namun hingga kini situasi di Irak semakin tidak stabil karena pertikaian yang berkepanjangan antara kelompok Sunni, yang pada masa Saddam Hussein praktis berkuasa atas kelompok mayoritas Syi'ah, yang kini ganti berkuasa. 

Arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah Presiden George W. Bush sangat kental dengan unsur-unsur militeristik, Arah kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan George W. Bush sangat menonjolkan penerapan instrumen militer ataupun isu-isu keamanan dalam kebijakan-kebijakan politik luar negerinya. Belum lagi pada saat yang bersamaan pula (meskipun dengan intensitas yang lebih kecil) Gedung Putih di bawah Pemerintahan Bush juga mengurusi masalah militan di Afghanistan. Masalah Nuklir Iran ataupun Nuklir Korea Utara juga menjadi perhatian serius bagi pemerintahan George Bush, terutama mengenai permasalah Nuklir Iran.

                     Pada masa ini untuk menekankan pendekatan multirateral untuk melucuti senjata Saddam, Bush Muda danWhite House lebih berpikir bahwa Irak akan membahayakan Keamanan Nasional AS dengan dugaan atas kepemilikan senjata pemusnah masal (Weapon of  Mass Destruction/ WMD). Yang mana kebijakan tersebut mendapatkan dukungan yang kurang dari dunia Internasional, presiden pun menyiapkan pengimplementasian preventive war dengan Irak. Dan yang mana pada akhrinya kebijakan Bush lebih terfokus pada satu aspek yaitu tujuan dari perang itu dari pada berpikir jernih mengenai bagaimana keadaan sehabis perang di Irak. Kebijakan Bush mengenai perang terhadap teroris dan juga preventive war terhadap Irak memiliki peluang dan tantangan tersendiri. Salah satunya adalah mereka memikirkan bagaimana nantinya kebijakan War On Terror ini akan mempengaruhi hubungan kerjasama dan koalisi dengan negara-negara Arab. Hal itu memberikan tantangan pada team Bush untuk memikirkan tantangan agar bagaimana tem Bush dapat mengembangkan suatu strategi tampa harus memberikan dampak buruk pada hubungan kerjasamanya. Serorang diplomat bertanggapan bahwa nantinya Bush akan kalah dalam perang itu karena nantinya pasca terjadinya perang itu akan menghasilkan kekacaua di Irak. Presiden Bush juga menghadapi dilema lain yaitu bagaimana dan kapan waktu yang tepat untuk memanfaaatkan para pemberontak di Irak yaitu Kurds dan Shiites untuk bangkit melawan Saddam. Selain itu Amerika(Pentagon) juga memberikan bantuan kepada pihak oposisi berupa pelatihan dasar, yang mana atas tindakan tersebut membungkam kritik bahwa nantinya Amerika akan menghianati para pemberontak itu. Tindakan itulah yang membuat Bush Muda berbeda dengan ayahnya. Terjadinya perubahan doktrin yang dianut Amerika yang didasarkan pada Irak mempunyai senjata pemusnah masal yang mengancam kedamaian dunia maka untuk melindungi dunia Bush memperkenalkan dua doktrin baru yaitu preemption danprevention. Selain itu juga presiden Bush menjadikan ini sebagai suatu isu yang personal, karena pada masa kepemerintahan ayahnya (Bush Senior), Saddam mencoba membunuh ayahnya. Yang mana hal tersebut ditujukan atas kritik Bush terhadap counter attack yang dilakukan oleh Clintton yang dinilai bahwa counter attack yang di berikan Amerika pada masa itu menunjukan betapa lemahnya Amerika. Terjadi beberapa paradox atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bush dalam rangka memerangi terorisme dan juga menumbangkan pemimpin Irak itu. Salah satunya adalah ia tidak memperhitungkan berapa biaya yang dibutuhkan dan apa saja kerusakan yang di timbulkan setelah dilakukannya perang tersebut. Baik kerusakan hubungan antara Amerika dengan koalisi mereka di Arab ataupun kerusakan yang dialami oleh Irak sendiri. Peristiwa penting lain pada masa jabatan kedua ini adalah Badai Katrina pada Agustus 2005. Bush dianggap lambat dalam menangani peristiwa ini, yang memakan korban ribuan jiwa. Kejadian ini juga memperlihatkan jurang ekonomi yang jelas antara kaum kulit putih dan kulit hitam di Amerika. Dalam acara penandatanganan peraturan bioetik alternatif yang dihadiri 18 keluarga dengan 20-an balita yang lahir dari embrio sumbangan sisa dari prosedur fertilisasi in vitro, untuk pertama kalinya ia menggunakan hak vetonya untuk menghalangi RUU pengembangan riset sel induk embrionik. Jabatan Kepala Staf Gedung Putih dipegang oleh Joshua B. Bolten dan Wakil Kepala Stafnya dijabat oleh Karl Rove.

Praktek Demokrasi pada masa Bill Clinton

 

                  Praktek Demokrasi pada masa Bill Clinton

                        Bill Clinton dari Partai Demokrat, sesuai rencana, pada 15 Januari 
     1997 dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk masa
 
     jabatan kedua, setelah berhasil mengalahkan calon Partai
 
     Republik, Bob Dole dalam pemilihan presiden November 1996 lalu. Di
 
     awal Januari 1997, Bill Clinton telah "merepotkan'' Indonesia
 
     dengan mengeluarkan Daftar Clinton (Clinton's List) yang
 
     menggolongkan Indonesia sebagai kelompok negara-negara yang belum
 
     -atau bahkan tidak- demokratis di Asia; seperti halnya Vietnam,
 
     Myanmar, Singapura, Laos, dan Brunai Darussalam.
   kebijakan politik luar 
     negeri Bill Clinton yang dikaitkan dengan isu hak asasi manusia
 
     (HAM) dan demokrasi pada masa jabatan kedua sebagai Presiden AS.
 
     Sudah sejak dekade 1970-an, HAM dan demokrasi menjadi bagian
 
     penting dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri AS.
 

 Presiden Clinton, pada masa jabatan pertama, tetap melanjutkan 
     kecenderungan besar di kalangan Kongres dan pendapat umum mengenai
 
     HAM dengan menempatkan para mantan aktivis dan pendukung kebijakan
 
     HAM sebagai penasihat dan asistennya. Apalagi istrinya, Hillary,
 
     dikenal sebagai aktivis HAM, khususnya pada gerakan Perempuan dan
 
     Lingkungan Hidup.
 

     Wakil presiden AL Gore, sudah lama dikenal sebagai aktivis 
     lingkungan hidup dan HAM. Tokoh-tokoh kunci di sekeliling Clinton
 
     itu, membuka pintu lebar-lebar bagi setiap aktivis hak asasi
 
     manusia yang memiliki kepentingan dengan pemerintah Amerika.
 
     Bagaimana halnya kebijakan Bill Clinton mengenai HAM pada masa
 
     jabatannya yang kedua? Beberapa kajian menunjukkan, sesungguhnya
 
     penanganan HAM dan demokrasi dalam politik luar negeri AS, amat
 
     dipengaruhi oleh dinamika politik dalam negeri Amerika.
 

     Bill Clinton, bagaimana pun, telah berhasil menorehkan sejarah 
     pada 1996 sebagai bagian dari segelintir orang-orang Partai
 
     Demokrat, yang berhasil memperpanjang masa jabatan sebagai
 
     Presiden AS untuk kedua kalinya. Pada umumnya, para presiden AS
 
     harus menghadapi kesulitan pada periode kedua, karena biasanya
 
     mereka banyak ditimpa skandal yang cukup memalukan reputasinya
 
     ataupun kehabisan energi di tengah jalan.
 

Dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat di masa pemerintahan Presiden Bill Clinton, yaitu upaya pengembangan demokrasi ke seluruh dunia dan upaya menjaga keamanan nasionalnya. Adanya dua kepentingan tersebut Amerika Serikat menghadapi dilema dalam upayanya mewujudkan peranan kepemimpinan dunianya. Agenda politik luar negeri Amerika Serikat paska -Perang Dingin mendorongnya untuk tetap pro aktif di dunia intcmasional. Namun rakyat Amerika Serikat sendiri mendambakan suasana normal sebagai bangsa yang tidak terbebani oleh keterlibatannya yang terlampau di dunia.

Beberapa tindakan Bill Clinton dengan mengatas namakan penegakkan demokrasi dan hak asasi manusia ke seluruh dunia dan negara-negara dunia ketiga antara lain:

1.     Operasi pasukan perdamaian dalam kerangka PBB di Bosnia Herzegovina;

2.     Upaya menjatuhkan pemimpin Somalia Farah Aidid;

3.     Mengupayakan pengembalian kedudukan Jean Bertrand Aristide sebagai Presiden Haiti;

4.     Mencegah Korea Utara sebagai kekuatan Nuklir;

5.     Memperkuat Blokade terhadap Libia, Iran dan Irak yang dituduh sebagai dalang terorrisme internasional melalui undang-undang anti Libia, Iran, Irak dan Irak;

6.     Pada awal 1997 pemerintah negara bagian Massachusets, memgeluarkan undang-undang di House of Representative yang mealarang para penguasa negara bagian itu berdagang dengan Indonesia.

Senin, Juli 11, 2022

Menjelaskan pengertian dari Demokrasi?

 

              Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga diartikan beda pendapat. Begitu banyaknya pengertian demokrasi sering membuat orang salah melaksanakannya. Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modem telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.  Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahansehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat Berikut ini Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli:

·         Abraham Lincoln berpendapat Demokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat.

·         Kranemburg berpendapat Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jadi, demokrasi adalah cara memerintah dari rakyat. 

·         Koentjoro Poerbopranoto berpendapat Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Hal ini berarti suatu sistem di mana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan negara. 

Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Namun dalam perkembangannya demokrasi tidak hanya sebagai bentuk pemerintahan tetapi telah menjadi sistem politik dan sikap hidup.

Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi .

Selasa, Maret 30, 2021

SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Keruntuhan Sistem Federal

 

Keruntuhan Sistem Federal

Negara RIS tidak pernah berakar pada sanubari rakyat, sebagian besar rakyat Indonesia tidak pernah sungguh-sungguh menginginkan suatu negara federal, melainkan negara kesatuan seperti Konstitusi Proklamasi (UUD 1945). Berdasarkan atas desakan rakyat, Pemerintah Negara Jawa Timur memisahkan diri dari RIS dan bergabung ke RI, kemudian disusul berturut-turut Pemerintah Negara Pasundan, Pemerintah Negara Sumatera Selatan, Pemerintahan DI Kalimantan Barat. Kemudian untuk memungkinkan pembukaan suatu negara bagian, ditetapkan UU darurat No. 11 Tahun 1950 tentang cara perusahaan susunan kenegaraan dari RIS. Berdasarkan UU ini, satuan-satuan kenegaraan dari RIS yang menginginkan keluar dari RIS dibubarkan oleh Presiden RIS dan wilayahnya digabung dengan Negara Bagian RI Proklamasi 1945. Sejak Maret 1950, berturut-turut dibubarkan daerah-daerah bagian:

1.    Jawa Tengah

2.    Jawa Timur

3.    Madura

4.    Padang

5.    Sabang

6.    Pasundan

7.    Sumatera Selatan

8.    Kalimantan Timur

9.       Banjar

10.   Dayak Besar

11.   Kalimantan Tenggara

12.   Kota Waringin

13.   Bangka

14.    Belitung

15.   Riau

Tinggal 2 (dua) negara bagian yang belum bergabung ke dalam RI Proklamasi 1945 yaitu: Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur, mereka memberikan mandat kepada RIS untuk berunding dengan RI untuk membentuk negara kesatuan. Pada tanggal 19 Mei 1950 antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI mencapai persetujuan untuk membentuk negara kesatuan dengan merubah konsitusi RIS dimana pasal-pasal yang mengenai bentuk federasi dihapuskan. Akhirnya keluarlah UU RIS no. 7 Tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara Tahun 1950 atau dikenal dengan UUDS 1950.

Pada hari Ulang Tahun  RI ke 5 Tanggal 17 Agustus 1950, berdirilah Negara Kesatuan RI hasil peleburan dari Negara RI, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.

Masa Republik Indonesia Serikat & Daerah Otonom dalam RIS (1949 -1950)

 

Masa  Republik Indonesia Serikat (1949 -1950)

A.       Hindia Belanda

Setelah Pemerintah HB kembali di Indonesia, mencari siasat supaya tetap mempertahankan kekuasaannya, pucuk pimpinan Pemerintah HB, yaitu H.J. Van Mook, mencetuskan gagasan tentang pembentukan Negara Serikat/federal. Diawali dengan Konferensi Malino di Sulawesi pada Tanggal 15 -25 Juli 1946, dihadiri oleh wakil-wakil daerah yang telah dikuasai kembali oleh Belanda, dilanjutkan dengan Konferensi Pangkalpinang di Pulau Bangka pada Tanggal 1-12 Oktober 1946. Seterusnya Konferensi Denpasar di Pulau Bali pada Tanggal 2-24 Desember 1946 memastikan terbentuknya Negara Indonesia Serikat, yaitu ditandai oleh lahirnya Negara Indonesia Timur yang meliputi pulau-pulau Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku. Kemudian dilanjutkan pembentukan Negara-negara bagian:

1.        Negara Sumatera Timur

2.        Negara Madura

3.        Negara Pasundan

4.        Negara Sumatera Selatan

Selain Negara-negara bagian tersebut dibentuk pula suatu daerah yang karena kondisinya belum disebut sebagai negara bagian tetapi hak-haknya sama dengan negara bagian, yaitu:

1.        Dayak Besar

2.        Kalimantan Tenggara

3.        Bangka

4.        Belitung

5.        Riau

6.      Daerah Banjar

7.      Kalimantan Timur

8.      Daerah Istimewa Kalimantan Barat

9.      Jawa Tengah

Setelah Perjanjian Roem Rojen, RI hasil Proklamasi 1945 terpaksa ikut serta dalam pembentukan Negara Indonesia Serikat dan hadir dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Peserta KMB adalah Delegasi Kerajaan Belanda, Delegasi RI Proklamasi 1945 dan Delegasi BFO (Bijeenkomstroor Federal Overleg). BFO adalah wakil segenap negara bagian dan satuan kenegaraan ciptaan Pemerintah HB.

 

B.   Daerah Otonom dalam RIS

Menurut pasal 2 Konsitusi RIS, negara federal ini disusun atas 7 Negara Bagian dan 9 satuan kenegaraan yang tegak berdiri. Irian Barat tidak masuk ke dalam RIS karena masih merupakan sengketa antara Belanda dan Indonesia yang menurut rencana akan diselesaikan dalam jangka 1 (satu) tahun. Ada juga beberapa wilayah yang tidak merupakan negara bagian RIS, yaitu distrik Federal Jakarta, Kota Waringin, Padang dan Sabang. Pemerintahan atas daerah ini dilakukan oleh alat perlengkapan federal. Secara garis besar yang membentuk Negara RIS adalah:

1.    Negara Republik Indonesia (hasil Proklamasi 1945)

2.    Negara Indonesia Timur

3.    Negara Sumatera Timur

4.    Negara Madura

5.    Negara Pasundan

6.    Negara Sumatera Selatan

7.    Negara Jawa Timur

8.    Satuan Kenegaraan Dayak Besar

9.       Satuan Kenegaraan Kalimantan Tenggara

10.   Satuan Kenegaraan Bangka

11.   Satuan Kenegaraan Belitung

12.   Satuan Kenegaraan Riau

13.   Satuan Kenegaraan Kalimantan Timur

14.    Satuan Kenegaraan Daerah Banjar

15.   Satuan Kenegaraan DI Kalimantan Barat

16.   Satuan Kenegaraan Jawa Tengah

Nasionalisme Arab