Latar
Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu sejak
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1)
Dari segi keamanan: Banyaknya gerakan
sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang
keamanan.
2)
Dari segi perekonomian: Sering terjadinya
pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang
dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan
ekonomi tersendat.
Masa Demokrasi
Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar
Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 45. Namun
usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai
tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota
konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang
timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil voting menunjukan bahwa:
v 269
orang setuju untuk kembali ke UUD'45
v 119
orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45
Melihat dari hasil
voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut
tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS
1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1) Tidak
berlaku kembali UUDS 1950
2) Berlakunya
kembali UUD 1945
3) Dibubarkannya
konstituante
4) Pembentukan
MPRS dan DPA
Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959
diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri,
pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun
1959, dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang
anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
1) Setuju
kembali kepada UUD 1945
2) Setia
kepada perjuangan RI, dan
3) Setuju
dengan Manifesto Politik.
2.
Perkembangan
Politik Pada Masa Demokrsi Terpimpin
1)
Konsep demokrasi terpimpin
Pada tanggal 21
Februari 1957 di Istana Negara, bung Karno menguraikan apa yang dimaksud dengan
“Konsepsi Presiden.” Berliau katakan, “untuk
mengatasi kesukaran-kesukaran yang kita hadapi sampai pada waktu ini,
perlu sekali sistem pemerintahan yang berlaku sekarang dihapuskan dan diganti
dengan suatu sistem yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia sebab
demokrasi yang sampai saat ini kita anut, adalah demokrasi impor dari Barat, yang
tidak cocok dengan jiwa bangsa kita terutama tidak sesuai dengan kondisi sosial
masyrakat kita yang sifatnya masih majemuk.
Demokrasi
terpimpin adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan
otokrasi. Pemerintah Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai
Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan
politik. Menurut Soekarno, penerapan sistem Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya
pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno
terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai
politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang
lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang
menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai
yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno
untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah
partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan
keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat
dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa
Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata.
Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan
suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian
partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan
kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar
dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai
politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan
oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan
olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen
yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk
hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap
gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka
sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
2)
Partai politik pada masa demokrasi
terpimpin
Partai politik
dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno.
Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk
melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak
dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli
Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistem ala Barat, ternyata dalam
pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan
Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari
partai-partai pemenang pemilihan umum dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap
terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI,
juga dibubarkan dengan paksa.
Dalam
penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada
satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga
kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk
mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi
terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah
pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif
dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian
progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar
pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga
juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek
organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara
PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan
merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk
mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden
seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Seperti yang telah
disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami
pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara
diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31
Desember 1959.
Demikianlah
kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partai-partai
tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan
nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno
yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya
yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.
3)
Berbagai kebijakan pada masa demokrasi
terpimpin
MPRS mengangkat
Soekarno sebagai presiden seumur hidup dengan gelar Pemimpin Besar Revolusi. Keanggotaan
MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah
dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan
negara sesuai pasal 2 UUD 1945. Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi
jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah
(pasal 16 ayat 2 UUD 1945. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno
menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu
Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk
melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.
Presiden Sukarno
pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan
pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada
bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar
pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan
negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA
itu diterima baik oleh Presiden Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960,
MPRS menetapkan Manifesto Politik itu menjadi Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Dalam Ketetapan itu diputuskan pula, bahwa pidato Presiden
tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan
Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang
berjudul To build the world anew (Membangun dunia kembali) merupakan
pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik
itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-partai, antara lain dari
beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI. Reaksi juga
datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai
Rakyat Indonesia.
Kebijakan-kebijakan
lain yang tejadi pada masa demokrasi terpimpin cenderung lebih mengarah pada
kepimimpinan yang terpusat dan mengurangi nilai-nilai demokrasi. Kebijakan
tersebut dapat dilihat dari tindakan presiden yang mengangkat anggota MPRS,
presiden membubarkan DPR hasil pemilu, dan menggantikannya dengan DPR-GR,
lembaga tinggi dan tertinggi negara dijadikan pembantu presiden. Politik luar
negeri mulai condong ke komunis dengan dibentuknya Poros Jakarta-Peking.
Membentuk blok Nefo (New Emerging Forces) untuk menyaingi negera-negara Barat yang
disebut sebagai Oldefo (Old Established
Forces). Indonesia menyatakan diri keluar dari PPB karena malaysia diterima
sebagai anggota tidak tetap keamanan PBB. Politik konfrontasi dengan Malaysia
melalui Komando Dwikora: perhebat pertahanan revolusi Indonesia, bantu
perjuangan rakyat Sabah, Serawak untuk membebaskan Nekolim Malaysia (Inggris).
DAFTAR
PUSTAKA
Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah
Potret Pasang-Surut. Jakarta: Rajawali Pers.
Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori
Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin. (1959—1965). Jakarta: Gema Insani
Press.
Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993. Sejarah Nasional Indonesia jilid VI. Jakarta:
Depdikbud-Balai Pustaka.
Soegiarso, Soerojo.1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta: PT Rola Sinar
Perkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar