Senin, Juli 25, 2022

Nasionalisme Arab pada masa pra-Islam

 

2  Nasionalisme Arab pada masa pra-Islam

Faktor-faktor kuat dalam perkembangan nasionalisme Arab selama jangka waktu sebelumnya Islam? Yang paling penting mungkin adalah lingkungan keadaannya. Pada beberapa contoh lainnya pertemuan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial merupakan suatu tirani dari satu pihak saja, yakni kekuasaan alam terhadap manusia. Riwayat bangsa Arab dimasa pra-Islam sebagian besar merupakan suatu catatan dari pada perjuangan mereka yang tiada henti-hentinya untuk mempertahankan kehidupan, melalui penyesuaian diri dengan alam dan masyarakat terhadap lingkungan yang sangat kejam, atau apabila usaha-usaha demikian tidak berhasil mereka pindah menjalankan ekspansi.

Memang kesukaran itu ada baiknya, asal tidak terlalu atau mutlak. Karena kesukaran itu dapat berupa suatu bencana yang mematikan dan bukannya mendorong masyarakat yang tertimpa. Perlu sekali dalam menjelaskan hal ini karena dalam mengukur pengaruh lingkungan terhadap bangsa Arab di zaman pra-Islam, maka para ahli sejarah khususnya mereka yang cenderung membenarkan thesis bahwa “kesukaran itu baik”, menunjukkan kepada gejala (terhadap zaman purbakala dan abad pertengahan) bahwa daerah industri modern pasti ditinggalkan. Yakni pertemuan antara bangsa-bangsa pengembara (nomad) dan bangsa-bangsa yang menetap, pindahnya bangsa-bangsa pengembara yang meninggalkan gurun-gurun dan daerah-daerah steppa ke daerah-daerah bangsa menetap yang terlalu mewah dan moralnya sudah merosot. Keberaniannya, kekerasan hatinya, dan kecepatan geraknya disyaratkan kepada bangsa yang hidup mengembara, memberi keunggulan pertama kepada mereka dan kesudahan sengketa menguntungkan mereka. Akan tetapi ini hanyalah hasil yang tak langsung diperoleh dengan bayaran mahal dalam abad yang sunyi ; dan jika kita membenarkan tafsiran Ibn Khaldun, maka hasil inipun pasti tak lama dinikmatinya, karena kemenangan mengandung benih-benih kehancuran.

Sebagai kutuk ataupun sebagai berkah, akibat lingkungan memanglah menentukan. Dilapangan politik, hal ini tak memungkinkan dibentuknya suatu pemerintahan pusat kepada siapa rakyat dapat mempunyai tanggung jawab, tugas politik dan disekitar mana dapat berkembang suatu tradisi kesetiaan dan disiplin. Tiadanya stabilitet politik yang menggoncangkan Imperium Arab sampai pada dasarnya segera setelah imperium itu didirikan disebabkan karena tiadanya tradisi politik bersama di zaman pembangunan yang menentukan sebelum Islam. Kemana mereka itu pergi, orang-orang Arab membawa serta individualismenya yang mendalam dan dipertahankannya dengan gigih serta kebenciannya kepada segala otoritet kecuali otoritet pemimpin sukunya sendiri, dengan siapa mereka dihubungkan dengan ikatan kekeluargaan.

Akan tetapi kecenderungan lepas dari pusat ini diimbangi oleh sifat lainnya yang disebabkan oleh lingkungannya berupa gurun, rasa senasib-sepenanggungan, asabiyah (setiakawan), oleh Ibn Khaldun dianggap sebagai penegak, elanvital negara. Rasa senasib-sepenanggungan ini, yang mirip dengan gagasan patriotisme modern (meskipun lebih terbatas dalam penggunaannya), khususnya sangat kuat di Arab pra-Islam karena dalam keadaan dimana tiada kekuasaan politik pusat, asabiyah ini merupakan satu-satunya perlindungan kepada individu di tengah lingkungan yang liar dan buas. Ini berdasarkan asas keamanan bersama dan didalamnya terdapat kewajiban dan hak kedua-duanya. Jika ada individu kena bencana atau dirugikan, maka masyarakat suku berusaha mengganti kerugian. Karena menyadari perlindungan dan bantuan ini, maka setiap anggota menyatakan kesetiaan dan kebaktian tanpa syarat kepada masyarakat bersama. Ikatan kesetiaakawanan memberi pengaruh yang sangat mendalam kepada peruntungan bangsa Arab pada awal masa Islam, karena ikatan itu tak sedikit memudahkan tugas untuk mengorganisasi dan mempersatukan mereka yang sudah setengahnya terselenggara dalam tentara suku yang berdisiplin dan berkobar semangatnya serta adanya persekutuan suku yang kuat pula. [1]



[1] Nuseibeh, Zaki Hazem. 1969. Gagasan Nasionalisme Arab. Djakarta. Bhratara hlm.4

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nasionalisme Arab