Praktek
Demokrasi pada masa Bill Clinton
Bill Clinton dari
Partai Demokrat, sesuai rencana, pada 15 Januari
1997 dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat
(AS) untuk masa
jabatan kedua, setelah berhasil mengalahkan calon
Partai
Republik, Bob Dole dalam pemilihan presiden
November 1996 lalu. Di
awal Januari 1997, Bill Clinton telah
"merepotkan'' Indonesia
dengan mengeluarkan Daftar Clinton (Clinton's
List) yang
menggolongkan Indonesia sebagai kelompok
negara-negara yang belum
-atau bahkan tidak- demokratis di Asia; seperti
halnya Vietnam,
Myanmar, Singapura, Laos, dan Brunai Darussalam. kebijakan
politik luar
negeri Bill Clinton yang dikaitkan dengan isu hak
asasi manusia
(HAM) dan demokrasi pada masa jabatan kedua
sebagai Presiden AS.
Sudah sejak dekade 1970-an, HAM dan demokrasi
menjadi bagian
penting dalam proses pengambilan kebijakan luar
negeri AS.
Presiden
Clinton, pada masa jabatan pertama, tetap melanjutkan
kecenderungan besar di kalangan Kongres dan
pendapat umum mengenai
HAM dengan menempatkan para mantan aktivis dan
pendukung kebijakan
HAM sebagai penasihat dan asistennya. Apalagi
istrinya, Hillary,
dikenal sebagai aktivis HAM, khususnya pada gerakan
Perempuan dan
Lingkungan Hidup.
Wakil
presiden AL Gore, sudah lama dikenal sebagai aktivis
lingkungan hidup dan HAM. Tokoh-tokoh kunci di
sekeliling Clinton
itu, membuka pintu lebar-lebar bagi setiap
aktivis hak asasi
manusia yang memiliki kepentingan dengan
pemerintah Amerika.
Bagaimana halnya kebijakan Bill Clinton mengenai
HAM pada masa
jabatannya yang kedua? Beberapa kajian
menunjukkan, sesungguhnya
penanganan HAM dan demokrasi dalam politik luar
negeri AS, amat
dipengaruhi oleh dinamika politik dalam negeri
Amerika.
Bill
Clinton, bagaimana pun, telah berhasil menorehkan sejarah
pada 1996 sebagai bagian dari segelintir
orang-orang Partai
Demokrat, yang berhasil memperpanjang masa
jabatan sebagai
Presiden AS untuk kedua kalinya. Pada umumnya,
para presiden AS
harus menghadapi kesulitan pada periode kedua,
karena biasanya
mereka banyak ditimpa skandal yang cukup
memalukan reputasinya
ataupun kehabisan energi di tengah jalan.
Dalam kebijakan luar
negeri Amerika Serikat di masa pemerintahan
Presiden Bill Clinton, yaitu upaya pengembangan demokrasi ke seluruh
dunia dan upaya menjaga keamanan nasionalnya. Adanya dua kepentingan tersebut
Amerika Serikat
menghadapi dilema
dalam upayanya mewujudkan peranan kepemimpinan dunianya. Agenda politik luar
negeri Amerika Serikat paska -Perang Dingin mendorongnya untuk tetap pro aktif di dunia
intcmasional. Namun rakyat Amerika Serikat sendiri mendambakan suasana normal
sebagai bangsa yang tidak terbebani oleh keterlibatannya yang terlampau di
dunia.
Beberapa tindakan Bill Clinton dengan
mengatas namakan penegakkan demokrasi dan hak asasi manusia ke seluruh
dunia dan negara-negara dunia ketiga antara lain:
1. Operasi
pasukan perdamaian dalam kerangka PBB di Bosnia Herzegovina;
2. Upaya
menjatuhkan pemimpin Somalia Farah Aidid;
3. Mengupayakan
pengembalian kedudukan Jean Bertrand Aristide sebagai Presiden Haiti;
4. Mencegah
Korea Utara sebagai kekuatan Nuklir;
5. Memperkuat
Blokade terhadap Libia, Iran dan Irak yang dituduh sebagai dalang terorrisme
internasional melalui undang-undang anti Libia, Iran, Irak dan Irak;
6. Pada
awal 1997 pemerintah negara bagian Massachusets, memgeluarkan undang-undang di House
of Representative yang mealarang para penguasa negara bagian itu berdagang
dengan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar