Selasa, Maret 30, 2021

SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA MASA REVOLUSI FISIK DI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA (1945 – 1949)

 

MASA REVOLUSI FISIK DI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA (1945 – 1949)

a.        UU No. 1 Tahun 1945

Sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan antara lain bahwa untuk sementara wilayah Indonesia dibagi dalam 8 provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil. Provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah (KND).

Sidang PPKI tanggal 23 Agustus 1945 menetapkan beberapa keputusan tentang Komite nasional, yaitu:

1.        Komite Nasional dibentuk di seluruh Indonesia dengan pusatnya adalah di Jakarta;

2.        Komite Nasional adalah penjelmaan kebulatan tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan berdasar kedaulatan rakyat;

3.        Usaha-usaha komite Nasional, yaitu:

·       Menyatakan kemauan rakyat;

·       Mempersatukan rakyat;

·       Membantu menenteramkan rakyat;

·       Membantu pemimpin dalam menyelenggarakan cita-cita bangsa.

4.        Komite Nasional Pusat memimpin dan memberi petunjuk kepada Komite nasional di daerah, bila perlu didirikan komite nasional di pusat daerah di tiap-tiap provinsi

5.        Komite Nasional di Pusat, di Pusat daerah dan di daerah dipimpin oleh seorang ketua dan beberapa anggota pengurus yang bertanggung jawab kepada komite nasional.

Maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945 menetapkan Komite Nasional Pusat (KNP) melaksanakan tugas legislatif sebelum MPR dan DPR dibentuk. Kemudian untuk mengatur pemerintahan di daerah keluarlah UU No. 1 Tahun 1945 Tanggal 23 November 1945, yang diantaranya memuat:

·           Penjelasan Pasal 1

Komite Nasional Daerah (KND) diadakan di tingkat keresidenan, kota dan kabupaten. Pada tingkat lainnya tidak perlu diadakan/dilanjutkan. Bila ada daerah yang menghendaki KND, dapat mengusulkan kepada Menteri dalam negeri. Peraturan ini tidak berlaku bagi daerah Yogyakarta dan Surakarta yang belum jelas gambarannya.

·           Penjelasan Pasal 2

KND berubah sifatnya menjadi badan perwakilan rakyat daerah (BPRD) diketuai oleh kepala daerah. Akan tetapi Kepala daerah bukan anggota BPRD sehingga tidak mempunyai hak suara. Jumlah anggota BPRD sebanyak-banyaknya 100 orang untuk keresidenan dan 60 orang untuk kabupaten. Wewenang BPRD, diantaranya:

1)      Mengadakan peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya (otonom)

2)      Tugas Pembantuan (medebewind) dan selfgoverment

3)      Membuat peraturan pelaksanaan UU umum dengan ketentuan harus disyahkan lebih dahulu oleh pemerintah atasan (wewenang diantara otonomi dan selfgoverment)

·         Penjelasan Pasal 3

KND (yang sudah berubah sifatnya dari KND lama) memilih sekurang-kurangnya 5 orang untuk duduk di badan eksekutif (BE). Jumlah BE menjadi 6 orang termasuk kepala daerah untuk memutuskan sesuatu bila terjadi yang setuju dan tidak setuju jumlahnya sama.

·         Penjelasan Pasal 4

Ketua KND lama menjadi wakil Ketua Badan Legislatif dan wakil ketua BE

·         Penjelasan Pasal 5

Pemerintah daerah menanggung biaya KND, bila ada kekurangan pusat menambah

·         Penjelasan pasal 6

UU no 1 tahun 1945 disetujui oleh pemerintah pada tanggal 23 November 1945, perubahan di daerah-daerah harus selesai dalam waktu 14 hari.

Sesuai dengan keadaan di Jawa dan Sumatera, KND dibentuk melalui maklumat Gubernur Sumatera No. 8/M.G.S, yang isinya meniru UU No. 1 Tahun 1945 yang menyatakan KND dibentuk di provinsi, keresidenan, kota otonom dan daerah-daerah lainnya yang dianggap perlu. KND ini menjadi DPRD yang mengatur rumah tangganya sendiri. Seperti di Jawa, DPRD membentuk BE sebanyak 5 orang dan kerjanya sama dengan Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1945. Akan tetapi di Sumatera, Kepala Daerah menjadi ketua merangkap anggota ari BE dan Badan Yudikatif (DPRD), sehingga mempunyai hak suara. Ketua KND lama diangkat menjadi Wakil Ketua DPRD dan BE. Di Provinsi Sumatera dibentuk sebuah DPRD dengan nama Dewan Perwakilan Sumatera yang beranggota 100 orang sebagai wakil dari keresidenan-keresidenan dengan perbandingan 100 ribu penduduk memperoleh seorang wakil. Provinsi Sumatera dibagi menjadi 3 sub provinsi, yaitu:

a.      Sub Provinsi  Sumatera Selatan, meliputi Keresidenan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung dan Palembang;

b.      Sub Provinsi Sumatera tengah, meliputi Keresidenan Jambi, Riau dan Sumatera Barat;

c.       Sub Provinsi Sumatera Utara, meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli.

Daerah Yogyakarta ada 2 kerajaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Kedudukan Kesultanan Yogyakarta dengan Pemerintah Hindia Belanda (HB) diikat dalam perjanjian (kontrak) politik jangka panjang. Kedudukan Pakualaman diikat dengan perjanjian politik jangka pendek. Pada tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Republik Indonesia (RI) menerbitkan piagam kedudukan yang disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang menyatakan bahwa keduanya menjadi kepala daerah masing-masing sebagai bagian dari Wilayah RI. Dalam proses selanjutnya kedua daerah bergabung menjadi satu Daerah Istimewa Yogyakarta, dan memiliki 1 Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD).

Kesunanan Surakarta dan mangkunegaran pada waktu Pemerintahan HB juga terikat kontrak politik jangka panjang dan jangka pendek. Setelah kemerdekaan dan diterbitkan Piagam Presiden RI yang menyatakan Sri Susuhunan Paku Buwono XII dan Mangkunegaran VIII menjadi kepala daerah masing-masing dan dibentuk KND, dan atas usul Badan Pekerja Harian di wilayah ini dibentuk pemerintahan directorium. Terjadi pro dan kontra, pihak mangkunegaran tidak menyetujui pemerintahan bentuk tersebut. Pemerintahan tidak berjalan lancar, Kabupaten Karanganyar, diikuti Boyolali, Klaten dan Sragen melepaskan diri dari Mangkunegaran. Akhirnya pada tanggal 15 Juli 1946, Pemerintah Pusat mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 16/S.D. yang menyatakan, antara lain: Sebelum bentuk pemerintahan daerah kesunanan dan mangkunegaran ditetapkan dengan UU, untuk sementara kedua daerah tersebut dipandang sebagai satu keresidenan Surakarta.

Pendeklarasian Keresidenan Surakarta dan mangkunegaran segera dimulai dengan membentuk DPRD di Keresidenan Kabupaten dan Kota Surakarta. Walaupun pada awalnya pemerintahan Keresidenan Surakarta mendapat banyak hambatan dari pihak kesunanan, tetapi tetap berjalan. Oleh karenanya Ex Kesunanan Surakarta tidak menjadi Daerah Istimewa seperti Yogyakarta.

 

b.        UU NO. 22 Tahun 1948

Keluarnya UU No. 22 Tahun 1948 disambut gembira oleh daerah-daerah, karena ada dasar yang lebih sempurna untuk perkembangan Pemerintahan Daerah berdasarkan kedaulatan rakyat. Berhubung kesibukan menghadapi pemberontakan PKI dan Agresi Militer Belanda (AMB) II, Pemerintah RI belum sempat melaksanakan UU No. 22 tahun 1948. Seperti:

a.      RUU tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogykarta (DIY) yang tinggal ditandatangani presiden gagal karena AMB II.

b.      Penyusunan daerah-daerah otonomi di Sumatera Tengah terhenti karena AMB II.

Setelah AMB II, Pemerintah Darurat di Sumatera mulai melaksanakan UU no. 22 Tahun 1948 dengan membentuk provinsi dan kabupaten otonom, melaksanakan bimbingan dan pengawasan terhadap daerah otonom, penyerahan sumber keuangan daerah dan pengaturan keuangan daerah. Pembagian daerah otonom menurut UU ini dapat dibedakan ke dalam 2 jenis dan 3 tingkatan, yaitu:

a.      Jenis daerah otonomi biasa, terdiri dari tingkat provinsi, tingkat kabupaten, kota besar, daerah istimewa setingkat kabupaten dan tingkat desa atau kota kecil;

b.      Jenis daerah otonomi istimewa, terdiri dari tingkat daerah istimewa setingkat provinsi, tingkat kabupaten, kota besar, tingkat desa dan kota kecil

Kekuasaan pemerintah daerah, setiap daerah mempunyai 2 kekuasaan yaitu Kekuasaan Otonom dan Medebewind. Otonomi adalah Hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Sedangkan Medebewind adalah hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasannya berdasarkan perintah pihak atasan tersebut. Kewajiban yang diserahkan kepada daerah menurut  UU ini adalah:

1.      Penyerahan Penuh, artinya meliputi azasnya (prinsip-prinsip), caranya menjalankan kewajiban/pekerjaan yang diserahkan itu diberikan semuanya kepada daerah (hak otonomi)

2.      Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan pekerjaan saja, prinsip-prinsipnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat sendiri (hak medebewind)

Dalam menjalankan kekuasaannya, daerah diawasi oleh instansi di atasnya. Pengawasan tersebut berupa:

1.      Pengawasan Preventif, yaitu hak memberikan pengesahan terhadap daerah sebelum dijalankan

2.      Pengawasan Refresif, yaitu hak menunda/membatalkan kepala daerah atau peraturan daerah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umumn aturan pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi.

Sumber Keuangan daerah berasal dari: Pajak daerah termasuk retribusi, hasil perusahaan daerah, pajak negara yang disewakan kepada daerah, lain-lain (pinjaman, subsidi/sokongan, hasil penjualan/penyewaan barang milik daerah, derma: warisan/wakaf dari penduduk, hasil undian). Dengan adanya sumber keuangan ini, tidak ada lagi penutupan/penggalangan dari pemerintah pusat.

Aparatur pemerintah daerah  terdiri dari DPRD dan DPD yang mempunyai ketuanya sendiri-sendiri, ketua DPRD dipilih oleh dan daripada anggota DPRD. Ketua DPD adalah kepala daerah, tidak merangkap sebagai ketua DPRD. Jumlah anggota DPRD ditentukan dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan, karena tiap daerah jumlah penduduknya berbeda-beda. Anggota DPRD tidak boleh merangkap jabatan, misal: Presiden/wapres, menteri, ketua dan anggota BPK, kepala daerah, anggota DPD dari daerah yang setingkat lebih atas, pegawai yang bertanggung jawab tentang keuangan daerah, kepala jawatan atau sekretaris daerah. Wewenang DPRD menurut UU ini diantaranya adalah:

1.      Mengatur dan mengurus Rumah Tangga daerahnya

2.      Menjalankan peraturan yang diperintahkan pihak atasan

3.      Membuat peraturan daerah dalam rangka otonomi atau medebewind

4.      Menetapkan anggaran belanja dan pendapatan

5.      Memilih para anggota DPD, membuat pedoman cara kerjanya dan meminta pertanggungjawabannya

6.      Mengajukan calon kepala daerah kepada instansi yang berwenang mengangkat.

Anggota DPD dipilih oleh dan dari Anggota DPRD dengan dasar perwakilan berimbang menurut partai yang duduk di DPRD. DPD bertanggung jawab kepada DPRD, DPRD berhak memberhentikan anggota DPD yang dipilihnya. Jumlah anggota DPD ditentukan pula dalam UU pembentukannya. Wewenang utama DPD adalah menjalankan pemerintahan sehari-hari dan mewakili daerahnya di muka/di luar pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nasionalisme Arab