MASA REVOLUSI FISIK DI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA (1945 – 1949)
a.
UU No. 1 Tahun 1945
Sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan antara lain
bahwa untuk sementara wilayah Indonesia dibagi dalam 8 provinsi yang
masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil. Provinsi dibagi
dalam keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubernur dan residen
dibantu oleh Komite Nasional Daerah (KND).
Sidang PPKI tanggal 23 Agustus 1945 menetapkan beberapa
keputusan tentang Komite nasional, yaitu:
1.
Komite Nasional dibentuk di seluruh
Indonesia dengan pusatnya adalah di Jakarta;
2.
Komite Nasional adalah penjelmaan
kebulatan tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan
kemerdekaan berdasar kedaulatan rakyat;
3.
Usaha-usaha komite Nasional, yaitu:
·
Menyatakan kemauan rakyat;
·
Mempersatukan rakyat;
·
Membantu menenteramkan rakyat;
·
Membantu pemimpin dalam menyelenggarakan
cita-cita bangsa.
4.
Komite Nasional Pusat memimpin dan
memberi petunjuk kepada Komite nasional di daerah, bila perlu didirikan komite
nasional di pusat daerah di tiap-tiap provinsi
5.
Komite Nasional di Pusat, di Pusat
daerah dan di daerah dipimpin oleh seorang ketua dan beberapa anggota pengurus
yang bertanggung jawab kepada komite nasional.
Maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945
menetapkan Komite Nasional Pusat (KNP) melaksanakan tugas legislatif sebelum
MPR dan DPR dibentuk. Kemudian untuk mengatur pemerintahan di daerah keluarlah
UU No. 1 Tahun 1945 Tanggal 23 November 1945, yang diantaranya memuat:
·
Penjelasan Pasal 1
Komite
Nasional Daerah (KND) diadakan di tingkat keresidenan, kota dan kabupaten. Pada
tingkat lainnya tidak perlu diadakan/dilanjutkan. Bila ada daerah yang
menghendaki KND, dapat mengusulkan kepada Menteri dalam negeri. Peraturan ini
tidak berlaku bagi daerah Yogyakarta dan Surakarta yang belum jelas
gambarannya.
·
Penjelasan Pasal 2
KND
berubah sifatnya menjadi badan perwakilan rakyat daerah (BPRD) diketuai oleh
kepala daerah. Akan tetapi Kepala daerah bukan anggota BPRD sehingga tidak
mempunyai hak suara. Jumlah anggota BPRD sebanyak-banyaknya 100 orang untuk
keresidenan dan 60 orang untuk kabupaten. Wewenang BPRD, diantaranya:
1)
Mengadakan peraturan-peraturan untuk
kepentingan daerahnya (otonom)
2)
Tugas Pembantuan (medebewind)
dan selfgoverment
3)
Membuat peraturan pelaksanaan UU
umum dengan ketentuan harus disyahkan lebih dahulu oleh pemerintah atasan
(wewenang diantara otonomi dan selfgoverment)
· Penjelasan Pasal 3
KND
(yang sudah berubah sifatnya dari KND lama) memilih sekurang-kurangnya 5 orang
untuk duduk di badan eksekutif (BE). Jumlah BE menjadi 6 orang termasuk kepala
daerah untuk memutuskan sesuatu bila terjadi yang setuju dan tidak setuju
jumlahnya sama.
· Penjelasan Pasal 4
Ketua
KND lama menjadi wakil Ketua Badan Legislatif dan wakil ketua BE
· Penjelasan Pasal 5
Pemerintah
daerah menanggung biaya KND, bila ada kekurangan pusat menambah
· Penjelasan pasal 6
UU
no 1 tahun 1945 disetujui oleh pemerintah pada tanggal 23 November 1945,
perubahan di daerah-daerah harus selesai dalam waktu 14 hari.
Sesuai dengan keadaan di Jawa dan Sumatera, KND dibentuk
melalui maklumat Gubernur Sumatera No. 8/M.G.S, yang isinya meniru UU No. 1
Tahun 1945 yang menyatakan KND dibentuk di provinsi, keresidenan, kota otonom
dan daerah-daerah lainnya yang dianggap perlu. KND ini menjadi DPRD yang
mengatur rumah tangganya sendiri. Seperti di Jawa, DPRD membentuk BE sebanyak 5
orang dan kerjanya sama dengan Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1945. Akan tetapi di
Sumatera, Kepala Daerah menjadi ketua merangkap anggota ari BE dan Badan Yudikatif
(DPRD), sehingga mempunyai hak suara. Ketua KND lama diangkat menjadi Wakil
Ketua DPRD dan BE. Di Provinsi Sumatera dibentuk sebuah DPRD dengan nama Dewan
Perwakilan Sumatera yang beranggota 100 orang sebagai wakil dari
keresidenan-keresidenan dengan perbandingan 100 ribu penduduk memperoleh
seorang wakil. Provinsi Sumatera dibagi menjadi 3 sub provinsi, yaitu:
a.
Sub Provinsi Sumatera Selatan,
meliputi Keresidenan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung dan Palembang;
b.
Sub Provinsi Sumatera tengah,
meliputi Keresidenan Jambi, Riau dan Sumatera Barat;
c.
Sub Provinsi Sumatera Utara,
meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli.
Daerah Yogyakarta ada 2 kerajaan, yaitu Kesultanan
Yogyakarta dan Pakualaman. Kedudukan Kesultanan Yogyakarta dengan Pemerintah
Hindia Belanda (HB) diikat dalam perjanjian (kontrak) politik jangka panjang.
Kedudukan Pakualaman diikat dengan perjanjian politik jangka pendek. Pada
tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Republik Indonesia (RI) menerbitkan piagam
kedudukan yang disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII
yang menyatakan bahwa keduanya menjadi kepala daerah masing-masing sebagai
bagian dari Wilayah RI. Dalam proses selanjutnya kedua daerah bergabung menjadi
satu Daerah Istimewa Yogyakarta, dan memiliki 1 Badan Perwakilan Rakyat Daerah
(BPRD).
Kesunanan Surakarta dan mangkunegaran pada waktu
Pemerintahan HB juga terikat kontrak politik jangka panjang dan jangka pendek.
Setelah kemerdekaan dan diterbitkan Piagam Presiden RI yang menyatakan Sri
Susuhunan Paku Buwono XII dan Mangkunegaran VIII menjadi kepala daerah
masing-masing dan dibentuk KND, dan atas usul Badan Pekerja Harian di wilayah
ini dibentuk pemerintahan directorium. Terjadi pro dan kontra, pihak
mangkunegaran tidak menyetujui pemerintahan bentuk tersebut. Pemerintahan tidak
berjalan lancar, Kabupaten Karanganyar, diikuti Boyolali, Klaten dan Sragen
melepaskan diri dari Mangkunegaran. Akhirnya pada tanggal 15 Juli 1946,
Pemerintah Pusat mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 16/S.D. yang menyatakan,
antara lain: Sebelum bentuk pemerintahan daerah kesunanan dan mangkunegaran
ditetapkan dengan UU, untuk sementara kedua daerah tersebut dipandang sebagai
satu keresidenan Surakarta.
Pendeklarasian Keresidenan Surakarta dan mangkunegaran
segera dimulai dengan membentuk DPRD di Keresidenan Kabupaten dan Kota
Surakarta. Walaupun pada awalnya pemerintahan Keresidenan Surakarta mendapat
banyak hambatan dari pihak kesunanan, tetapi tetap berjalan. Oleh karenanya Ex
Kesunanan Surakarta tidak menjadi Daerah Istimewa seperti Yogyakarta.
b.
UU NO. 22 Tahun 1948
Keluarnya UU No. 22 Tahun 1948 disambut gembira oleh
daerah-daerah, karena ada dasar yang lebih sempurna untuk perkembangan
Pemerintahan Daerah berdasarkan kedaulatan rakyat. Berhubung kesibukan
menghadapi pemberontakan PKI dan Agresi Militer Belanda (AMB) II, Pemerintah RI
belum sempat melaksanakan UU No. 22 tahun 1948. Seperti:
a.
RUU tentang Pembentukan Daerah
Istimewa Yogykarta (DIY) yang tinggal ditandatangani presiden gagal karena AMB
II.
b.
Penyusunan daerah-daerah otonomi di
Sumatera Tengah terhenti karena AMB II.
Setelah AMB II, Pemerintah Darurat di Sumatera mulai
melaksanakan UU no. 22 Tahun 1948 dengan membentuk provinsi dan kabupaten
otonom, melaksanakan bimbingan dan pengawasan terhadap daerah otonom,
penyerahan sumber keuangan daerah dan pengaturan keuangan daerah. Pembagian
daerah otonom menurut UU ini dapat dibedakan ke dalam 2 jenis dan 3 tingkatan,
yaitu:
a.
Jenis daerah otonomi biasa, terdiri
dari tingkat provinsi, tingkat kabupaten, kota besar, daerah istimewa setingkat
kabupaten dan tingkat desa atau kota kecil;
b.
Jenis daerah otonomi istimewa,
terdiri dari tingkat daerah istimewa setingkat provinsi, tingkat kabupaten,
kota besar, tingkat desa dan kota kecil
Kekuasaan pemerintah daerah, setiap daerah mempunyai 2
kekuasaan yaitu Kekuasaan Otonom dan Medebewind. Otonomi adalah Hak
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Sedangkan Medebewind
adalah hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah
tingkat atasannya berdasarkan perintah pihak atasan tersebut. Kewajiban yang
diserahkan kepada daerah menurut UU ini adalah:
1.
Penyerahan Penuh, artinya meliputi
azasnya (prinsip-prinsip), caranya menjalankan kewajiban/pekerjaan yang
diserahkan itu diberikan semuanya kepada daerah (hak otonomi)
2.
Penyerahan tidak penuh, artinya
penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan pekerjaan saja,
prinsip-prinsipnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat sendiri (hak medebewind)
Dalam menjalankan kekuasaannya, daerah diawasi oleh instansi
di atasnya. Pengawasan tersebut berupa:
1.
Pengawasan Preventif, yaitu hak
memberikan pengesahan terhadap daerah sebelum dijalankan
2.
Pengawasan Refresif, yaitu hak
menunda/membatalkan kepala daerah atau peraturan daerah yang dianggap
bertentangan dengan kepentingan umumn aturan pemerintah pusat/daerah yang lebih
tinggi.
Sumber Keuangan daerah berasal dari: Pajak daerah termasuk
retribusi, hasil perusahaan daerah, pajak negara yang disewakan kepada daerah,
lain-lain (pinjaman, subsidi/sokongan, hasil penjualan/penyewaan barang milik
daerah, derma: warisan/wakaf dari penduduk, hasil undian). Dengan adanya sumber
keuangan ini, tidak ada lagi penutupan/penggalangan dari pemerintah pusat.
Aparatur pemerintah daerah terdiri dari DPRD dan DPD
yang mempunyai ketuanya sendiri-sendiri, ketua DPRD dipilih oleh dan daripada
anggota DPRD. Ketua DPD adalah kepala daerah, tidak merangkap sebagai ketua
DPRD. Jumlah anggota DPRD ditentukan dalam UU pembentukan daerah yang
bersangkutan, karena tiap daerah jumlah penduduknya berbeda-beda. Anggota DPRD
tidak boleh merangkap jabatan, misal: Presiden/wapres, menteri, ketua dan
anggota BPK, kepala daerah, anggota DPD dari daerah yang setingkat lebih atas,
pegawai yang bertanggung jawab tentang keuangan daerah, kepala jawatan atau
sekretaris daerah. Wewenang DPRD menurut UU ini diantaranya adalah:
1.
Mengatur dan mengurus Rumah Tangga
daerahnya
2.
Menjalankan peraturan yang
diperintahkan pihak atasan
3.
Membuat peraturan daerah dalam
rangka otonomi atau medebewind
4.
Menetapkan anggaran belanja dan
pendapatan
5.
Memilih para anggota DPD, membuat
pedoman cara kerjanya dan meminta pertanggungjawabannya
6.
Mengajukan calon kepala daerah
kepada instansi yang berwenang mengangkat.
Anggota DPD dipilih oleh dan dari Anggota DPRD dengan dasar
perwakilan berimbang menurut partai yang duduk di DPRD. DPD bertanggung jawab
kepada DPRD, DPRD berhak memberhentikan anggota DPD yang dipilihnya. Jumlah
anggota DPD ditentukan pula dalam UU pembentukannya. Wewenang utama DPD adalah
menjalankan pemerintahan sehari-hari dan mewakili daerahnya di muka/di luar
pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar