A.
PERAN AMERIKA SERIKAT SEBAGAI POLISI DUNIA DI ASIA TENGGARA
a.
Bidang Politik
Dalam bidang politik, terkait dengan tujuan Amerika itu sendiri
dimana sejak peristiwa pengeboman gedung Washington DC tanggal 11 September
2001, Amerika Serikat menjadi fokus pada perang melawan terorisme. Perang
melawan terorisme mendominasi agenda pemerintahan. Terorisme dianggap telah
melecehkan kekuatan Amerika Serikat dan jika diteruskan gerakan terorisme dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban dunia. Sementara di Asia Tenggara terdapat
lebih dari 200 juta penduduk muslim, hal ini mungkin memunculkan jaringan dari
Al-Qaeda dan juga organisasi teroris regional. Ini menjadi fokus perhatian AS,
sehingga AS mendesak harus ada kerjasama internasional dalam rangka war on
terrorism. Melalui Asia Pacific Economic
Cooperation (APEC), Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN), the
ASEAN Regional Forum (ARF) dan the
Pacific Islands Forum (PIF), AS mengkampanyekan perang melawan terorisme.
Untuk kawasan Asia Tenggara, AS menempatkan Australia sebagai bagian penting
dalam perang anti-teror. AS menjadikan Australia sebagai koordinator dalam war
on terrorism dengan memperkuat kinerja kepolisian, keimigrasian dan kemampuan
intelijen.[1]
b. Bidang Ekonomi-Sosial
Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat
diuntungkan oleh letaknya yang strategis. Posisi Asia Tenggara tepat di
persimpangan antara konsentrasi industri, teknologi dan kekuatan militer di
Asia Timur laut ke utara, sub-kontinental dan sumber-sumber minyak di Timur
Tengah ke Timur, dan Australia ke selatan. Secara ekonomi Asia Tenggara
merupakan bagian perdagangan dengan volume yang tinggi dari negara Jepang,
Korea, Taiwan, dan Australia, termasuk impor minyak, transit Sea-lanes of Communications (SLOCs) negara-negara
tersebut di Asia Tenggara. Sedangkan dalam perspektif militer, jalur laut Asia
Tenggara sangat penting untuk pergerakan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat
dari Pasifik Barat ke Samudra Hindia dan Teluk Persia. Dengan jumlah penduduk
yang sangat besar secara otomatis Asia Tenggara merupakan pasar yang luas tidak
hanya untuk produk tetapi juga bagi industri jasa Amerika Serikat. Asia
Tenggara adalah patner ekspor sekaligus patner impor Amerika Serikat. Selain
itu, Asia Tenggara juga merupakan kawasan tujuan bagi investasi tidak juga
untuk ketidakstabilan kawasan ini akan menciptakan konsekuensi yang sangat
besar terhadap Asia Timur secara menyeluruh dan pada akhirnya dapat mengancam
kepentingan vital Amerika Serikat.
1.
Partner Ekspor Impor
Asia Tenggara merupakan patner perdangangan lima
terbesar bagi Amerika Serikat. Meskipun Asia Tenggara mengalami stagnansi
ekonomi sejak 1997-1998, Amerika Serikat melihat Asia Tenggara masih dapat
terus bertahan dan menyelesaikan krisis tersebut. Sehingga Asia Tenggara
diyakini sebagai kawasan yang memiliki prospek jangka panjang bagi kepentingan
ekonomi Amerika Serikat kedepan. Sekitar tahun 1993-1997, Asia Tenggara
merupakan tujuan ekspor Amerika Serikat yang cukup penting setelah Cina dan
Jepang di kawasan Pasifik. Namun ekspor Amerika Serikat ke Asia Tenggara turun
sekitar 20% pada saat kawasan ini mengalami krisis finansial, akan tetapi
perdagangan kembali diperhitungkan ketika Asia Tenggara mulai bangkit dari
krisis. Asia Tenggara juga sebagai kawasan tujuan investasi langsung Amerika
Serikat, bahkan melebihi Jepang dan Brazil pada tahun 1997. Perkembangan
kawasan Asia Tenggara mengalami krisis ekonomi sejak 1998 sangat mempengaruhi
kemampuan impor dari Amerika Serikat. Bahkan pada pertengahan 2002, ekspor Amerika
Serikat ke ASEAN turun sebanyak 7% dibandingkan satu tahun sebelumnya. Diantara
negara-negara ASEAN, hanya Laos, Malaysia dan Vietnam yang meningkatkan
pembelian produk Amerika Serikat di tahun 2002. Sementara Malaysia
memperlihatkan peningkatan ekspor dari Amerika Serikat sebesar 12% ,
negara-negara ASEAN lainnya justru mengalami kemunduran. Singapura berkurang
-7%, Indonesia -9%, Filipina -11% dan Thailand turun -29% dibanding satu tahun
sebelumnya. Kegiatan ekspor-impor Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN
memang mengalami penurunan volumenya antara 1997-1999 akibat krisis yang
dialami kawasan ini. Namun perlahan menunjukkan peningkatan antara 2000-2001.
Akan tetapi peristiwa 11 September 2001 kembali mengganggu stabilitas roda
perekonomian dunia, sehingga kerjasama perdagangan kembali mengalami penurunan
ditahun 2002.
2.
Pasar produk dan industri jasa
Jumlah penduduk Asia Tenggara yang signifikan
merupakan salah satu faktor yang mendukung kawasan ini potensial untuk pemasaran
produk-produk industri Amerika Serikat, termasuk Industri jasa Amerika Serikat.
Tingkat pertumbuhan perekonomian Asia Tenggara secara umum masih rendah,
sehingga kemampuan dalam membangun industri tergolong lemah. Hal ini sangat
menguntungkan negara industri seperti Amerika Serikat untuk masuk pasar Asia
Tenggara. Dimulainya pasar bebas juga memberikan kemudahan bagi Amerika Serikat
dalam hal ini. Setelah Jepang, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat termasuk
urutan kedua terbesar yang berinvestasi di Asia Tenggara. Sebagian besar
kekayaan Amerika Serikat bergantung pada perusahaan-perusahaan multinasional
yang juga memiliki kepentingan signifikan di Asia Tenggara.
Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat menyebar luas di Kawasan ini, meliputi
industri manufaktur (Ford, General Motors, Honeywell, Intel, dan sebagainya) ,
departement strores (K-mart, JC Penney, Federal Dept.Strores), industri energi
(Exxon Mobil, Unocal, Freeport, Newmont Minning, Eron, dll), industri jasa
(UPS, FedEx, American International Groups, Citigroup, grup hotel, dll), dan
lain sebagainya. Asia Tenggara juga merupakan supplier utama elektronik dan
semikonduktor chip untuk perusahaan-perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat
seperti Motorola.
3.
Investasi Asing
Asia Tenggara
juga merupakan tempat utama investasi luar negeri Amerika Serikat. Hal ini
dapat diukur dari nilai investasi Amerika Serikat ke negara-negara ASEAN yang
sangat besar dibandingkan dengan negara-negara investor lainnya. Beragamnya
sektor investasi di ASEAN yang tersedia meningkatkan signifikasi ekonomis kawasan
ini bagi Amerika Serikat. Kerjasama-kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat
terus mengalami peningkatan. Meskipun dalam perkembangannya investasi asing di
kawasan ini secara umum agak tertinggal dibandingkan dengan kawasan Asia Timur.
Akan tetapi dalam beberapa sektor, baik secara ekonomi, politik dan strategis
Asia Tenggara tetap penting. Asia Tenggara merupakan pasar yang potensial bagi
produk dan industri jasa, dan sebagai kawasan utama dari sumber-sumber daya
alam yang penting, termasuk minyak dan gas alam. Salah satu sektor investasi
penting lainnya di Asia Tenggara adalah sumber daya alam. Negara-negara ASEAN
secara kolektif merupakan kawasan dengan sumber energi, dan kekayaan alam dunia
yang besar, seperti timah, tembaga, emas, dan sumber-sumber yang dapat
diperbaharaui seperti karet, kopi, serta kayu-kayuan. Hasil bumi seperti minyak
dan gas juga terhitung dalam jumlah yang tidak sedikit. Di Indonesia misalnya,
investasi Amerika Serikat tidak kurang dari 20 Milyar dolar untuk tambang emas
di Papua. Sedangkan industri minyak di Aceh yaitu Exxon dan Mobil. Bagaimanapun
negara-negara Asia Tenggara menggantungkan pertumbuhan ekonomi salah satunya
pada investasi asing. Sehingga kesejahteraan ekonomi, sosial, peningkatan
pendidikan serta program pengurangan kemiskinan, juga tergantung pada investasi
asing. Krisis finansial yang dialami pada dekade sebelumnya menyebabkan
stimulasi perpindahan dalam produksi dari tekstil, industri makanan, menjadi
obat-obatan, mesin-mesin perlengkapan, dan elektronik.
Pada tahun 1999
ke 2000 terjadi penurunan yang cukup kentara, dimana krisis finansial dan
situasi keamanan yang tidak kondusif di Asia Tenggara menyebabkan investor
Amerika Serikat beralih ke Cina. Adanya proyek perencanaan pembangunan jaringan
pipa untuk saluran gas alam yang akan melintasi negara-negara Asia Tenggara
menambah pentingnya kawasan ini untuk investasi Amerika Serikat. Meskipun APEC
belum memberikan respon terhadap proposal Amerika Serikat untuk jaringan pipa
tersebut, saluran-saluran baru telah direncanakan untuk dibangun diantara
negara-negara ASEAN. Contohnya pipa saluran air Indonesia dari pulau Natuna ke
Sumatera, pipa saluran Singapura dan Malaysia, dan pipa yang menghubungkan
Burma dan Thailand. Kebutuhan gas yang terus meningkat memberikan kecenderungan
perkembangan pipa saluran ini akan terus berkembang, bahkan mungkin sampai ke
kawasan Cina Selatan.
4.
Jalur laut (Sea-lanes) Asia
Tenggara yang strategis
Posisi Asia
Tenggara terbentang di persimpangan dua jalur laut terbesar di dunia. Yang
pertama adalah jalur Timur-Barat, yaitu jalur yang menghubungkan Samudera
Hindia dengan Samudera Pasifik. Kedua adalah jalur Utara-Selatan, yang
menghubungkan kawasan Asia Timur dengan Australia dan New Zealand serta pulau
di sekitarnya. Tiga “pintu masuk” kawasan Asia Tenggara: Selat Mlaka, Selat
Sunda dan Selat Lombok merupakan titik penting dalam sistem perdagangan dunia.
Menjadi sama pentingnya karena perselisihan politis dan ekonomis mengenai jalur
laut yang melintasi kepulauan Spartly di Laut Cina Selatan. Selat Malaka
sendiri merupakan selat yang menghubungkan samudera Hindia dengan samudera
Pasifik, sekaligus sebagai jalur terpendek yang terletak diantara India, Cina
dan Indonesia, Oleh karenanya selat ini dianggap sebagai “chokepoints” Asia.
Secara garis
besar ada dua kepentingan Amerika Serikat di Asia Tenggara berkaitan dengan
letaknya yang strategis:
a.
Asia Tenggara membuka garis laut, karena sebagian besar
perdagangan dunia melewati selat Malaka.
b.
Asia Tenggara penting sebagai pos untuk pergerakan kehadiran
militer Amerika Serikat di Pasifik Barat dan Samudera Hindia.
Asia Tenggara secara geopolitik sangat krusial tidak
hanya untuk kepentingan nasional Amerika Serikat, tetapi juga secara global.
Jalur laut yang melintasi kawasan Asia Tenggara mempunyai fungsi yang vital
bagi ekonomi Jepang dan Republik Korea, Cina dan termasuk juga Amerika Serikat
sendiri. Selat Malaka, yang melintasi Singapura, Indonesia dan Malaysia
merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia. Lebih dari 50.000 kapal per
tahunnya transit di selat Malaka, padahal lebar selat ini hanya 1,5 mil dengan
kedalaman 19,8 meter. Atas komunikasi Indonesia Yuri Gunadi memperkirakan
setiap hari sekitar 10000 kapal masuk ke Singapura yang melintasi selat Malaka,
diantaranya 4000 kapal dagang dari Indonesia.Kapal-kapal yang melintasi selat
Malaka ini merupakan 1/3 bagian dari perdagangan dunia. Berdasarkan catatan Energy Information Administration (EIA),
minyak bumi yang dibawa kapal-kapal tanker melalui selat malaka adalah 11 juta
barel per hari. Letak Asia Tenggara yang sangat strategis berdasarkan jalur
ini, tentu saja menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan yang sangat penting
baik ekonomi maupun keamanan. Oleh karena itu, Amerika Serikat memiliki
kepentingan-kepentingan untuk akses bebas dan terbuka di jalur di Asia
Tenggara, baik untuk kepentingan ekonomi (proseprity)
maupun militier (national security)[2]
c.
Bidang Pertahanan – Keamanan
Asia Tenggara
dalam peta kepentingan Amerika Serikat (AS) mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan sejarah. Perubahan konsep AS mengenai kawasan Asia Tenggara secara
dramatis terjadi ketika Perang Vietnam berakhir dimana dengan cepat Asia
Tenggara menjadi kawasan yang tidak terlalu penting lagi bagi AS. Akan tetapi
perang Vietnam meskipun menjadi kepentingan utama, namun bukan merupakan
satu-satunya alasan AS menghadirkan militernya di Asia Tenggara. Bagaimanapun
Asia Tenggara menjadi penting tidak saja bagi AS tetapi juga bagi keamanan
dunia, karena Asia Tenggara merupakan garis pantai laut terpenting untuk
transportasi laut dunia, perdagangan dunia dan tentu saja untuk pergerakan
militer AS khususnya. Ada dua kepentingan AS di Asia Tenggara. Kehadiran
militer AS di Asia Tenggara sendiri telah berlangsung cukup lama. Terutama
sebagai akibat Perang Dingin, Kehadiran militer Asing meningkat, tidak saja
untuk kepentingan kekuatan laut, tetapi juga untuk kekuatan udara dan darat.
Dan selama masa Perang Dingin, kehadiran militer AS di kawasan Asia Tenggara
dilatarbelakangi oleh dua tujuan utama, yaitu:
1. Memelihara status quo dalam mengatasi peningkatan kekuatan
militer Uni Soviet (sekarang Rusia) di Asia Tenggara.
2. Memastikan antara negara sahabat dan aliansi AS di Asia Tenggara
dalam melawan setiap ancaman-ancaman yang cukup besar untuk diatasi sendiri.
Sementara itu,
paling tidak ada 2 (dua) alasan signifikansi strategi AS di Asia Tenggara : (1)
sebagai penghubung antara Samudra pasifik, (2) masih berhubungan dengan
kepentingan AS pada keamanan jalur laut. Secara garis besar kepentingan militer
AS di Asia tenggara pada saat itu adalah untuk antisipasi dan memastikan
keunggulan AS dari ancaman kekuatan Uni Soviet. Berbeda ketika tragedi 11
September terjadi, secara serta merta kepentingan AS berubah. Tiba-tiba saja
Asia Tenggara menjadi prioritas kepentingan AS setelah Timur Tengah.
Kerjasama-kerjasama terutama di bidang militer gencar dilakukan AS dengan
negara-negara Asia Tenggara. Namun bukan dengan mudah pula perubahan tersebut
dilakukan AS, karena sementara Philipina dan Singapura sangat akomodatif
terhadap kehadiran militer AS di negaranya, Indonesia justru sedikit keras dan
menolak kehadiran militer AS di wilayahnya.
AS sejak awal
serangan 11 September telah menyatakan keseriusannya dalam memberantas
terorisme internasional, hal ini terlihat sangat jelas dalam laporan Quadrennial Defense Review (QDR) 2001,
yang dikeluarkan dua minggu setelah 11 September, mengalami perubahan yang
jelas dalam arah dan strategi. Kepentingannya, terutama dalam meningkatkan
kemampuan militernya untuk memberikan perlindungan keamanan warga negara AS.
Cara pandang AS terhadap konsep keamanan juga berubah. AS tidak dapat lagi
menyombongkan kompleksitas institusi keamanan domestiknya, yang dianggap
terlengkap dan tercanggih di dunia, pada kenyataannya tidak memberikan garansi
keamanan apapun, terutama dari ancaman asimetris (non-state actor) seperti kelompok teroris.
Sejak 11
September, Thailand juga telah berkoordinasi secara penuh dengan AS dalam
memerangi terorisme, dimana AS memberikan suplai untuk keperluan militer
Thailand, dan sebagai barternya Thailand memberikan izin penerbangan pada
wilayah udaranya, membuat pernyataan resmi kepada publik mengenai dukungannya,
dan bekerjasama berbagi dan investigasi, juga dukungan untuk keperluan transit
militer AS di Thailand. Peningkatan kehadiran militer AS di Asia Tenggara yang
berarti telah terlihat dari jumlah kehadiran pasukan AS yang terus bertambah di
Filipina. Selain itu peningkatan juga terlihat dalam kesepakatan kerjasam
militer AS dengan negara-negara Asia Tenggara mulai dari pendidikan dan
pelatihan militer Filipina, Singapura, Vietnam dan Indonesia, penyediaan
fasilitas dok (Singapura), kerjasama intelegen, sampai memberikan izin terbang
dan transit bagi kepentingan militer AS dalam memerangi terorisme. [3]
[2] Fareed Zakaria, yang dikutip oleh Samuel P.
Huntington,dkk., Amerika dan Dunia, 2005, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[3] Kompas, “AS-Filipina Sepakati
Perjanjian Militer”, Kompas, 14 Februari 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar