Praktek
George Walker Bush
George
Walker Bush dilantik 20
Januari 2001 setelah terpilih lewat pemilu presiden tahun
2000 dan terpilih kembali pada pemilu presiden tahun 2004. Jabatan
kepresidenan kedua kalinya berakhir pada 20 Januari 2009 George Walker
Bush merupakan
presiden yang mengikuti jejak
ayahnya George H. W. Bush Presiden ke-41. George Walker Bush pada Masa jabatannya sebagai presiden
didominasi “perang melawan terorisme”, yang mencuat setelah terjadinya
Peristiwa 9/11 (serangan terhadap WTC). Bush mengumumkan Perang melawan terorisme secara menyeluruh. Sepanjang
Oktober 2001, Beliau memerintahkan invasi ke Afganistan untuk melumpuhkan
kekuatan Taliban dan al-Qaeda. Pada Maret 2003, Bush
memerintahkan penyeranganan ke Irak dengan alasan bahwa Irak telah
melanggar Resolusi PBB no. 1441 mengenai senjata
pemusnah massal dan karenanya harus dilucuti dengan kekerasan. Setelah digulingkannya rezim Saddam
Hussein, Bush bertekad memimpin AS untuk menegakkan demokrasi di
Timur tengah, yang dimulai dengan Afganistan dan Irak. Namun hingga kini situasi di Irak semakin
tidak stabil karena pertikaian yang berkepanjangan antara kelompok Sunni, yang pada masa
Saddam Hussein praktis berkuasa atas kelompok mayoritas Syi'ah,
yang kini ganti berkuasa.
Arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat
di bawah Presiden George W. Bush sangat kental dengan unsur-unsur militeristik,
Arah kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan George W. Bush sangat
menonjolkan penerapan instrumen militer ataupun isu-isu keamanan dalam
kebijakan-kebijakan politik luar negerinya. Belum lagi pada saat yang bersamaan
pula (meskipun dengan intensitas yang lebih kecil) Gedung Putih di bawah
Pemerintahan Bush juga mengurusi masalah militan di Afghanistan. Masalah Nuklir
Iran ataupun Nuklir Korea Utara juga menjadi perhatian serius bagi pemerintahan
George Bush, terutama mengenai permasalah Nuklir Iran.
Pada
masa ini untuk menekankan
pendekatan multirateral untuk melucuti senjata Saddam, Bush Muda danWhite
House lebih berpikir bahwa Irak akan membahayakan Keamanan Nasional AS
dengan dugaan atas kepemilikan senjata pemusnah masal (Weapon
of Mass Destruction/ WMD). Yang mana kebijakan tersebut
mendapatkan dukungan yang kurang dari dunia Internasional, presiden pun
menyiapkan pengimplementasian preventive war dengan Irak. Dan yang
mana pada akhrinya kebijakan Bush lebih terfokus pada satu aspek yaitu tujuan
dari perang itu dari pada berpikir jernih mengenai bagaimana keadaan sehabis
perang di Irak. Kebijakan Bush mengenai perang terhadap teroris dan
juga preventive war terhadap Irak memiliki peluang dan tantangan
tersendiri. Salah satunya adalah mereka memikirkan bagaimana nantinya
kebijakan War On Terror ini akan mempengaruhi hubungan kerjasama dan
koalisi dengan negara-negara Arab. Hal itu memberikan tantangan pada team Bush
untuk memikirkan tantangan agar bagaimana tem Bush dapat mengembangkan suatu
strategi tampa harus memberikan dampak buruk pada hubungan kerjasamanya.
Serorang diplomat bertanggapan bahwa nantinya Bush akan kalah dalam perang itu
karena nantinya pasca terjadinya perang itu akan menghasilkan kekacaua di Irak. Presiden Bush juga menghadapi
dilema lain yaitu bagaimana dan kapan waktu yang tepat untuk memanfaaatkan para
pemberontak di Irak yaitu Kurds dan Shiites untuk bangkit melawan Saddam.
Selain itu Amerika(Pentagon) juga memberikan bantuan kepada pihak oposisi
berupa pelatihan dasar, yang mana atas tindakan tersebut membungkam kritik
bahwa nantinya Amerika akan menghianati para pemberontak itu. Tindakan itulah yang
membuat Bush Muda berbeda dengan ayahnya. Terjadinya perubahan doktrin yang
dianut Amerika yang didasarkan pada Irak mempunyai senjata pemusnah masal yang
mengancam kedamaian dunia maka untuk melindungi dunia Bush memperkenalkan dua
doktrin baru yaitu preemption danprevention. Selain itu juga presiden
Bush menjadikan ini sebagai suatu isu yang personal, karena pada masa
kepemerintahan ayahnya (Bush Senior), Saddam mencoba membunuh ayahnya. Yang
mana hal tersebut ditujukan atas kritik Bush terhadap counter
attack yang dilakukan oleh Clintton yang dinilai bahwa counter
attack yang di berikan Amerika pada masa itu menunjukan betapa lemahnya
Amerika. Terjadi beberapa paradox atas kebijakan-kebijakan
yang dilakukan Bush
dalam rangka memerangi terorisme dan juga menumbangkan pemimpin Irak itu. Salah
satunya adalah ia tidak memperhitungkan berapa biaya yang dibutuhkan dan apa
saja kerusakan yang di timbulkan setelah dilakukannya perang tersebut. Baik
kerusakan hubungan antara Amerika dengan koalisi mereka di Arab ataupun
kerusakan yang dialami oleh Irak sendiri. Peristiwa penting lain pada masa
jabatan kedua ini adalah Badai Katrina pada Agustus 2005. Bush dianggap lambat
dalam menangani peristiwa ini, yang memakan korban ribuan jiwa. Kejadian ini
juga memperlihatkan jurang ekonomi yang jelas antara kaum kulit putih dan kulit
hitam di Amerika. Dalam acara penandatanganan peraturan bioetik alternatif yang
dihadiri 18 keluarga dengan 20-an balita yang lahir dari embrio sumbangan sisa
dari prosedur fertilisasi in vitro, untuk pertama kalinya ia menggunakan hak
vetonya untuk menghalangi RUU pengembangan riset sel induk embrionik. Jabatan
Kepala Staf Gedung Putih dipegang oleh Joshua B. Bolten dan Wakil Kepala
Stafnya dijabat oleh Karl Rove.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar