Minggu, November 11, 2018

Bagaimana perkembangan Indische Partij?


Bagaimana perkembangan Indische Partij?
E.F.E. Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan koloni, bangsa Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesame suku bangsa yang merupakan keharusan dalam pemerintahan. Pada waktu itu terdapat Antitesis antara penjajah dan terjajah, penguasa dan yang dikuasai. E.F.E. Douwes Dekker berpendapat, setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang merupakan tujuan akhir. Pendapatnya itu di salurkan melalui majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Expres. E.F.E. Douwes Dekker juga banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di Jakarta, dan menjadi redaktur Bataviaasch Nieuwsblad maka tidak mengherankan kalau E.F.E. Douwes Dekker banyak berkenalan dan member kesempatan kepada penulis- penulis muda dalam surat kabar. Menurut Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang indo, tetapi tidak mengenal supremasi indo atas bumi putera, bahkan menghendaki hilangnya golongan indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera.
Perjuangan untuk menentang perbedaan sosio-politik inilah yang menjadi dasar tindakan Suwardi Suryaningrat dan selanjutnya mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang Undang- undang Sekolah liar (1933), di sisi lain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuanagn nya yang radikal, walaupun di buang bersana E.F.E.Douwes Dekker ke Belanda tahun 1913. Pada tahun 1926 di buang lagi ke belanda dan sebelumnya di penjarakan dua tahun di bandung. Sebelum jepang masuk mereka di bebaskan dari penjara dan pada tahun 1943 Suwardi Suryaningrat meninggal dunia. Jiwa dinamis E.F.E. Douwes Dekker diawali ketika melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15 September sampai dengan 3 Oktober 1912. Perjalanan itu di pergunakan untuk melakukan rapat- rapat dengan golongan elit lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Surabaya, Semarang, Tegal, Pekalongan, dan Cirebon. E,F.E. Douwes Dekker disambut hangat oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta. Mereka di ajak untuk mrmbangkitkan semangat golongan Indiers sebagai kekuatan politik untuk menentang penjajah. Perjalanannya itu menghasilkan tanggapan baik dan akhiryna di dirikan 30 cabang Indische Partij.
Konsep kebangsaan Hindia di sebarluaskan oleh E.F.E. Douwes Dekker, karena berpendapat bahwa Hindia dalam koloni Nederlandshe Indie harus di sadarkan dan di bebaskan dari belenggu penjajah. Dari anggaran Indische Partij dapat di simpulkan bahwa tujuannya adalah untuk membangun lapangan hidup dan menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan guna memajukan tanah air hindia belanda dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Hal ini berarti secara tidak langsung Indische Partij menolak kehadiran orang belanda asli belanda sebagai penguasa dan sekaligus melahirkan perasaan kebangsaan yang pertama karena mengalami Indonesia sebagai tanah airnya. Oleh karena itu, Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Walaupun usia Indische Partij sangat pendek, tetapi semangat jiwa dari dr. Tjipto Mangkusumo dan Suwardi Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi para pemimpin pergerakan waktu itu. Terlebih lagi Indische Partij menunjukan garis politiknya secara jelas dan tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat merupakan satu kesatuan penduduk yang multirasial, dan tujuannya dari partai ini adalah benar- benar Revolusioner karena mau menobrak kenyataan politik rasial yang di lakukan oleh pemerintah Kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913, pemerintah belanda akan mengadakan upacara peringatan 100 tahun bebasnya negeri belanda dari jajahan perancis( Napoleon), dengan cara memungut dana dari rakyat Indonesia. Kecaman- kecaman yang semakin keras menentang pemerintah belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij di tangkap tatun 1913 mereka di asingkan ke Belanda. Namun tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo di kembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker baru di kembalikan ke Indonesia tahun 1919.
Douwes Dekker tetap terjun dalam bidang politik, Suwardi Suryaningrat terjun di bidang pendidikan. Meskipun Indische Partij tenggelam tetap memperjuangkan bangsa Indonesia. Telah lama Cipto Mangunkusumo mempunyai cita-cita tentang wawasan kebangsaan yang luas dan tegas. Secara nyata ketika ia masih sebagai anggota Budi Utomo, pada tanggal 9 September 1909 ia pernah mengusulkan agar Budi Utomo memperluas keanggotaannya, membuka pintu untuk semua Hindia Putera; bagi semua yang lahir, hidup, dan mati di tanah Hindia. Apa yang diusulkannya itu tegas. Sayang keinginannya itu harus kandas, karena ditolak oleh Konggres yang nyaris mayoritas terdiri dari golongan tua. Itulah sebabnya dalam Indische Partij apa yang dicita-citakan itu memperoleh tempat penyalurannya.
Dengan masuknya kedua tokoh nasionalis tersebut ke dalam tubuh Indische Partij yang baru berdiri itu, maka aktivitas politiknya menjadi lebih tegas dan keras. Dengan tambahnya tokoh-tokoh itu lahirlah “tiga serangkai” yang memiliki cara pandang dan arah berfikir sehaluan. Pada waktu itu pula Cipto Mangunkusumo memperkenalkan semboyan “Indie los van Holland”, Hindia lepas dari negeri Belanda. Itulah tujuan yang sebearnya, di mana saja Cipto Mangunkusumo berbicara, itulah kata-kata terakhir yang diucapkannya, yaitu Hindia lepas dari Nederland. Pada waktu itu apa yang diucapkan Cipto Mangunkusumo tersebut merupakan kata yang membuat telinga pemerintah kolonial panas.
2.      Apa tujuan pendirian Indische Partij?
Melalui karangan- karangan di dalam Het Tijdschrift tujaun dari Indische Partij kemudian dilanjutkan didalam De Express, propagandanya meliputi, Pelaksaan suatu program “ Hindia “ untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial, Menyadari golongan Indo dan penduduk bumi putera, bahwa masa depan meraka terancam oleh bahaya yang sama yaitu bahaya Eksploitasi Kolonial. Alat untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan ialah dengan membentuk suatu Partij: Indische Partij. “Tujuan Indische Partij ialah untuk membangunkan patriotisme semua Indiers terhadap kepada tanah air, yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama   atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Pendiri Indische Partij yang tinggal satu belum ditangkap itu, tetap terus berjuang membela rakyat. Baginya, meskipun termasuk keturunan Belanda (Indo), namun dalam perjuangan merasa satu dengan orang-orang kelahiran Hindia Belana asli. Dalam perjuangan untuk kepentingan tanah air tidak ada perbedaan antar Indo maupun Pribumi.
Hal ini dapat dirasakan Indische Partij pada saat mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal pada tanggal 4 Maret 1913, agar organisasi ini mendapat pengakuan sebagai badan hukum, ternyata ditolak. Alasan penolakannya karena organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum. Walaupun sudah jelas kegiatan Indische Partij mendapat pengawasan secara ketat, namun pendirinya, yaitu EFE. Douwes Dekker tetap meneruskan perjuangannya. Dia berusaha menghadap kepada Gubernur Jenderal dengan tujuan, ingin menjelaskan dan bersedia mengubah pasal-pasal dan anggaran dasar Indische Partij, apabila dianggap membahayakan pemerintah. Akan tetapi usaha EFE. Douwes Dekker ini sia-sia saja, karena pada tanggal 11 Maret 1913 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peringatan kepada Indische Partij dan organisasi ini tetap dinyatakan sebagai partai terlarang.
Pergerakaan Indische Partij, setelah Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo di tangkap, maka Douwes Dekker terus mengadakan pembelaannya. Di dalam makalah dan harian Indische Partij, EFE. Douwes Dekker menulis pembelaan itu dengan judul (bahasa Indonesianya) “Pahlawan kita Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo”. Setelah tulisan tersebut diketahui oleh pihak pemerintah kolonial Belanda, maka EFE. Douwes Dekker ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun yang sama, yaitu tahun 1913. Jadi, umur Indische Partij sangat singkat, kurang lebih hanya satu tahun saja. Namun apa yang dicita-citakan Indische Partij, telah tertanam pada hati sanubari seluruh rakyat Indonesia.
Sebenarnya ketiga pemimpin Indische Partij tersebut ditawari dibuang didalam negeri saja. Yaitu Douwes Dekker ke Timor (Kupang), dr. Cipto Mangunkusumo ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat ke Bangka. Namun ketiga-tiganya memilih dibuang ke luar negeri saja, yakni ke negeri Belanda. Dengan pertimbangan, kalau dibuang ke luar negeri di perlakukan hukum internasional. Sifat hukum internasional adalah liberal dan demokrasi, sehingga masih dapat untuk mempelajari masalah-masalah perjuangan di negara-negara lain. Hal tersebut memang benar dan ternyata setelah sampai di negeri Belanda, mereka dapat bertemu dengan para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri tersebut. Pada saat itupara mahasiswa Indonesia di negeri Belanda juga sedang giat-giatnya berorganisasi, yaitu Indische Vereniging. Dengan demikian para tokoh Indische Partij tersebut dapat bergabung dalam organisasi tersebut. Bahkan Suwardi Suryaningrat sempat duduk menjadi ketua Indische Vereniging.
Kedatangan “tiga serangkai” membawa udara segar bagi para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Cita-cita nasional yang tidak berhasil diperjuangkan ditanah air, diteruskan di negari Belanda. Indische Vereniging yang sebelumnya hanya bergerak dalam bidang sosial, mulai berubah kearah bidang politik untuk mencapai cita-cita nasional. Untuk menyampaikan gagasannya, agar diketahui oleh sesama kawan dalam perjuangan baik yang ada di negeri Belanda maupun di tanah air, maka sejak tahun 1918 Indische Vereniging mendirikan “Kantor Berita” yang diberi nama National Persbureau (Kantor Berita Nasional). Pemimpin kantor berita ini adalah Suwardi Suryaningrat dan telah menerbitkan majalah yang di beri nama “Hindia Putera”. Pada tahun 1919, nama majalah dan nama organisasi, di usulkan oleh Ahmad Soebardjo, agar diganti nama yang mengarah kepada kepentingan nasional. Nama organisasi diusulkan menjadi Indische Vereniging. Jadi, ada perubahan dari Indische menjadi Indonesische kemudian nama “Hindia Putera” agar diganti menjadi “Indonesia Merdeka”. Atas usul tersebut pada prinsipnya disetujui, namun untuk memasyarakatkan secara luas, masih harus dipertimbangkan secara matang. Baru pada tahun 1922 nama itu diperkenalkan ke masyarakat dan secara resmi, yaitu pada tahun 1925 kata-kata yang berbau kolonial tidak boleh dipakai lagi. Sepertiga Indonesische Vereniging harus diterjemahkan menjadi “Perhimpunan Indonesia”.
Sepeninggalnya “Tiga Serangkai” ke negeri Belanda, keadaan organisasi Indische Partij semakin lama semakin mundur. Mundurnya Indische Partij bukan karena ditinggalkan oleh ketiga tokoh pendirinya, melainkan karena adanya larangan dari pihak pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya hampir setiap langkah geraknya tertutup, walaupun penerusnya berusaha mengubah nama organisasi, yaitu dari Indische Partij menjadi “Partai Insulinde”. Namun pihak pemerintah tetap curiga terhadap organisasi yang baru ini.
Sementara itu juga disebabkan oleh pengaruh Sarekat Islam yang semakin kuat dikalangan masyarakat, maka banyak para penerus Indische Partij yang mengikuti jejak Sarekat Islam. Dengan deemikian, Indische Partij semakin lemah dan mati dengan sendirinya. Walaupun sebenarnya Douwes Dekker sekembalinya dari negeri Belanda pada tahun 1918, masih berusaha untu menghidupkan kembali kegiatan Indiche Partij, namun usahanya sia-sia saja. Usaha Douwes Dekker itu antara lain dengan mengubah nama Indische Partij menjadi National Indische Partij (NIP) pada tahun 1919. Berhubung sudah dicatat oleh pemerintah sebagai organisasi yang berbahaya, maka dalam bentuk apapun Indische Partij tetap dilarang.
Akhirnya Tiga Serangkai yang masih dapat diharapkan adalah cita-citanya yang masih hidup di kalangan masyarakat, yaitu dapat disalurkan melalui bidang pendidikan. Suwardi Suryaningrat pada tanggal 3 Juli 1922, berhasil mendirikan “Taman Siswa” yang bergerak dalam bidang pendidikan, sehingga banyak berdiri “Sekolah-sekolah Taman Siswa” hampir di seluruh Indonesia dan yang pertama kali berdiri adlah Sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. Kemudian pada tahun yang sama, Douwes Dekker juga mendirikan sekolah di Cigelereng, Bandung dengan nama Ksatria School. Pada tahun 1926 sekolah ini maju pesat, dan Douwes Dekker berhasil mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama “Yayasan Ksatria Institut” . Demikian juga dr. Cipto Mangunkusumo tidak mau ketinggalan, ia mendirikan sekolah “Kartini Club”, tetapi karena kekurangan dana, sehingga tidak dapat berkembang dan akhirnya bubar.
Dari anggaran dasarnya dapat diketahui bahwa program-program menunjukkan sifat revolusionernya. Tujuan Indische Partij adalah membangunkan patriotisme semua “Indiers” terhadap tanah air, yang telah memberikan lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Berkat propaganda yang dilakukan dengan cermat baik melalui persuratkabaran, surat edaran, selebaran, maupun segala macam pertemuan dan rapat-rapat, Indische Partij mengalami kemajuan yang demikian pesat. Kemajuan yang demikian pesat itu merupakan ancaman yang membahayakan bagi keberlangsungan penjajahan Belanda. Itulah sebabnya dengan berbagai daya upaya pihak penjajah mencoba menghalang-halangi lajunya pertumbuhan organisasi pergerakan tersebut. Persuratkabaran Belanda seperti Preanger, Mataram, Soerabajaasch Handelsblod, dan Semarang Handelsblod melancarkan serangkaian aksi dengan komentar-komentar yang sangat merugikan Indische Partij.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nasionalisme Arab