Selasa, Maret 30, 2021

SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA (MASA PENJAJAHAN HINDIA BELANDA)


SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

(DARI MASA PENJAJAHAN SAMPAI REFORMASI)

 

I.          MASA PENJAJAHAN

1.      HINDIA BELANDA

Reglement op beleid der regering van nederlandsch indie merupakan peraturan dasar ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda, dalam peraturan ini tidak mengenal desentralisasi. Menurut reglement ini, Hindia Belanda diperintah secara sentralistik, tetapi pada pemerintahan yang sentralistik ini dijalankan pula dekonsentrasi.

 

Dekosentrasi adalah tugas pemerintah yang dilimpahkan dari aparatur pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat pusat yang lebih rendah tingkatannya secara hierarkhis dari masin-masing lingkungan wilayah jabatan tertentu yang disebut daerah administratif.

Daerah Administratif menurut reglement ini adalah Gewest (kemudian disebut residentie) yang masing-masing seanjutnya dibagi dalam afdeling, district dan onderdistrict. Susunan Pemerintah Hindia Belanda yangs sentralistik berlangsung sampai permulaan abad XX.

Timbulnya perkembangan baru yang bermula dari suara-suara kalangan penduduk Eropa Timur Asing dan Elit Indonesia yang menyerukan agar pemerintahan disusun secara modern. Di kalangan Bangsa Belanda sendiri timbul gerakan ethishce politiek yang kesemuanya itu mendorong pemerintahan Kerajaan Belanda pada Tahun 1903 mengeluarkan Undang-Undang Tentang Desentralisasi. Ciri-ciri pokok desentralisasi menurut Undang-undang ini adalah:

a.      Kemungkinan pembentukan suatu daerah dengan keuangan sendiri yang perumusannya dilakukan oleh sebuah dewan

b.      Bagi daerah yang memenuhi syarat dikeluarkan ordantie pembentukannya diikuti dukungan sejumlah uang dari kas Negara yang diserahkan kepada daerah tersebut serta dibentuk dewan pengurusnya yang bersangkutan

c.       Ketua dewan setempat dipegang oleh pejabat pusat yang menjadi kepala Gewest yang bersangkutan. Untuk daerah administrative yang lain ditunjuk dalam peraturan perundang-undangan pembentukan, pada umumnya dipegang oleh pejabat pusat yang menjadi kepala daerah administrative

d.      Anggota dewan setempat sebagian diangkat, sebagian duduk karena jabatannya dalam pemerintahan dan sebagian dipilih, kecuali dewan kota, sejak 1917 semuanya dipilih. Masa jabatan dewan daerah sampai tahun 1925 ditentukan 6 tahun dan 4 tahun sesudahnya.

e.      Dewan setempat mempunyai wewenang menetapkan peraturan setempat sepanjang belum diatur dalam perundang-undangan pusat

f.        Pengawasan terhadap daerah baik berupa kewajiban daerah untuk meminta pengesahan terlebih dahulu bagi keputusannya maupun hak menunda atau membatalkan keputusan daerah ada pada gubernur jenderal Hindia Belanda.

Penyelenggaraan desentralisasi seperti tersebut di atas setelah Perang Dunia I dianggap kurang memuaskan. Masyarakat menuntut diberikan wewenang lebih luas dalam bidang pemerintahan. Perkembangan dalam dan luar negeri mendorong pemerintah Belanda memenuhi tuntutan, misalnya pada 1917 dibuka kemungkinan pembentukan volksraad. Selanjutnya tahun 1922 dijalankan pembaruan pemerintahan yang memungkinkan penyelenggaraan desentralisasi dan dekonsentrasi. Ciri-ciri pokok desentralisasi berdasarkan Undang-Undang Tahun 1922 adalah sebagai berikut:

a.      Kemungkinan provinsi otonom dengan wilayah dan kekuasaan yang lebih luas dari gewest, terbagi dalam regentshap dan stadgemeente yang juga otonom

b.      Otonomi daerah itu dan tugasnya untuk membantu melaksanakan peraturan perundangan pusat

c.       Susunan Pemerintah Daerah umumnya terdiri dari 3 organ, yaitu Raad (dewan), College yang menjalankan pemerintahan sehari-hari dan kepala daerah (gubernur, residen, bupati)

d.      Kepala daerah yang merupakan pejabat pusat sebagai kepala daerah administrative sekaligus sebagai organ daerah yaitu ketua raad dan ketua college dari daerah yang bersangkutan

e.      Pengawasan terhadap daerah dilakukan oleh gubernur jenderal, daerah-daerah provinsi oleh college porivinsi yang bersangkutan. Kepala daerah sebagai pejabat pusat menjalankan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi dalam daerahnya

Pembentukan daerah otonom sejak tahun 1903 dilakukan di daerah yang langsung dikuasainya. Disamping daerah otonom seperti yang disebut di atas masih ada lagi daerah otonom lainnya yaitu persekutuan adat asli Indonesia, misalnya: Desa, Huta, Kuria, marga atau nagari.

Disamping pemerintahan langsung (terhadap daerah yang dikuasai) ada pemerintahan tidak langsung terhadap kerajaan-kerajaan asli Indonesia dengan cara diikat dengan kontrak-kontrak politik. Dalam kontrak, Belanda mengakui tetap berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut dan haknya menyelenggarakan pemerintahan rumah tangganya sendiri. Ada kontrak jangka panjang, misal dengan kesunanan Surakarta dan kontrak jangka pendek memuat pernyataan kerajaan asli Indonesia mengakui kekuasaan Belanda dan berjanji akan mentaati segenap peraturan yang akan ditetapkan Belanda.

 

2.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nasionalisme Arab