SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN DI
INDONESIA
(DARI MASA PENJAJAHAN SAMPAI
REFORMASI)
I.
MASA PENJAJAHAN
1. HINDIA BELANDA
Reglement op beleid der regering van
nederlandsch indie merupakan peraturan dasar ketatanegaraan Pemerintah
Hindia Belanda, dalam peraturan ini tidak mengenal desentralisasi. Menurut reglement
ini, Hindia Belanda diperintah secara sentralistik, tetapi pada pemerintahan
yang sentralistik ini dijalankan pula dekonsentrasi.
Dekosentrasi adalah tugas
pemerintah yang dilimpahkan dari aparatur pemerintah pusat kepada
pejabat-pejabat pusat yang lebih rendah tingkatannya secara hierarkhis dari
masin-masing lingkungan wilayah jabatan tertentu yang disebut daerah
administratif.
Daerah Administratif menurut reglement
ini adalah Gewest (kemudian disebut residentie) yang
masing-masing seanjutnya dibagi dalam afdeling, district dan onderdistrict.
Susunan Pemerintah Hindia Belanda yangs sentralistik berlangsung sampai
permulaan abad XX.
Timbulnya perkembangan baru yang
bermula dari suara-suara kalangan penduduk Eropa Timur Asing dan Elit Indonesia
yang menyerukan agar pemerintahan disusun secara modern. Di kalangan Bangsa
Belanda sendiri timbul gerakan ethishce politiek yang kesemuanya itu
mendorong pemerintahan Kerajaan Belanda pada Tahun 1903 mengeluarkan
Undang-Undang Tentang Desentralisasi. Ciri-ciri pokok desentralisasi
menurut Undang-undang ini adalah:
a.
Kemungkinan
pembentukan suatu daerah dengan keuangan sendiri yang perumusannya dilakukan
oleh sebuah dewan
b.
Bagi daerah
yang memenuhi syarat dikeluarkan ordantie pembentukannya diikuti dukungan
sejumlah uang dari kas Negara yang diserahkan kepada daerah tersebut serta
dibentuk dewan pengurusnya yang bersangkutan
c.
Ketua dewan
setempat dipegang oleh pejabat pusat yang menjadi kepala Gewest yang
bersangkutan. Untuk daerah administrative yang lain ditunjuk dalam
peraturan perundang-undangan pembentukan, pada umumnya dipegang oleh pejabat
pusat yang menjadi kepala daerah administrative
d.
Anggota dewan
setempat sebagian diangkat, sebagian duduk karena jabatannya dalam pemerintahan
dan sebagian dipilih, kecuali dewan kota, sejak 1917 semuanya dipilih. Masa
jabatan dewan daerah sampai tahun 1925 ditentukan 6 tahun dan 4 tahun
sesudahnya.
e.
Dewan setempat
mempunyai wewenang menetapkan peraturan setempat sepanjang belum diatur dalam
perundang-undangan pusat
f.
Pengawasan
terhadap daerah baik berupa kewajiban daerah untuk meminta pengesahan terlebih
dahulu bagi keputusannya maupun hak menunda atau membatalkan keputusan daerah
ada pada gubernur jenderal Hindia Belanda.
Penyelenggaraan desentralisasi seperti
tersebut di atas setelah Perang Dunia I dianggap kurang memuaskan. Masyarakat
menuntut diberikan wewenang lebih luas dalam bidang pemerintahan. Perkembangan
dalam dan luar
negeri mendorong pemerintah Belanda memenuhi tuntutan, misalnya pada 1917
dibuka kemungkinan pembentukan volksraad. Selanjutnya tahun 1922
dijalankan pembaruan pemerintahan yang memungkinkan penyelenggaraan
desentralisasi dan dekonsentrasi. Ciri-ciri pokok desentralisasi berdasarkan
Undang-Undang Tahun 1922 adalah sebagai berikut:
a.
Kemungkinan
provinsi otonom dengan wilayah dan kekuasaan yang lebih luas dari gewest,
terbagi dalam regentshap dan stadgemeente yang juga otonom
b.
Otonomi daerah
itu dan tugasnya untuk membantu melaksanakan peraturan perundangan pusat
c.
Susunan
Pemerintah Daerah umumnya terdiri dari 3 organ, yaitu Raad (dewan), College
yang menjalankan pemerintahan sehari-hari dan kepala daerah (gubernur,
residen, bupati)
d.
Kepala daerah
yang merupakan pejabat pusat sebagai kepala daerah administrative
sekaligus sebagai organ daerah yaitu ketua raad dan ketua college
dari daerah yang bersangkutan
e.
Pengawasan
terhadap daerah dilakukan oleh gubernur jenderal, daerah-daerah provinsi oleh college
porivinsi yang bersangkutan. Kepala
daerah sebagai pejabat pusat menjalankan pengawasan terhadap pelaksanaan
otonomi dalam daerahnya
Pembentukan daerah otonom sejak tahun
1903 dilakukan di daerah yang langsung dikuasainya. Disamping daerah otonom
seperti yang disebut di atas masih ada lagi daerah otonom lainnya yaitu
persekutuan adat asli Indonesia, misalnya: Desa, Huta, Kuria, marga atau
nagari.
Disamping pemerintahan langsung
(terhadap daerah yang dikuasai) ada pemerintahan tidak langsung terhadap
kerajaan-kerajaan asli Indonesia dengan cara diikat dengan kontrak-kontrak
politik. Dalam kontrak, Belanda mengakui tetap berdirinya kerajaan-kerajaan
tersebut dan haknya menyelenggarakan pemerintahan rumah tangganya sendiri. Ada
kontrak jangka panjang, misal dengan kesunanan Surakarta dan kontrak jangka
pendek memuat pernyataan kerajaan asli Indonesia mengakui kekuasaan Belanda dan
berjanji akan mentaati segenap peraturan yang akan ditetapkan Belanda.
2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar