Jumat, Juni 14, 2019

Apa akibat dari munculnya imperium Arab pada Zaman Abbasiyah ?



A.    Akibat Imperium Arab Zaman Abbasiyah

1.      Gerakan Penerjemah
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak zaman daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahsa asing terutama berbahasa Yunani dan Persia kedalam bahasa arab mengalami keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus kedaerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu terutama filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip kedaerah timu seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra. Para penerjemah tidak hanya dikalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dan Syiah dan Majusi dan Persia. Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan kedalam bahasa Syiria kuno dulu sebelum kedalam bahasa Arab. Hal ini dikarenakan para penerjemah biasanya adalah para pendita Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dengan bahsa Arab. Kemudian, para ilmuan yang memahami bahasa Syiria dan Arab menerjemahkan naskah tersebut kedalam bahada Arab.
Pelopor gerakan penerjemahpada awal pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah Khalifah al-Mansur yang juga membangun ibu kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk islam seperti Nawbaht, Ibrahim al-Fazari, dan Ali Ibn Isa untuk menerjemahkan karya-karya bebahasa Persiadalam bidang astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang baik melaluidarat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti Kalila wa-Dimna dan Sidhind dalam Bahasa Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Selain itu manuskrip berbahsa Yunani seperti Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan. Penerjemahan langsung dari Bahasa Yunani keda;am Bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn ibn Ishaq, seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menterjemahkan kalimat bukan menterjemahkan kata per kata. Metode ini lebih lebih dapat memahami isi naskah karena struktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan struktur kalimat dalam bahsa Arab. Selain itu, untuk memperoleh keakuratan dari keteoritikan naskah.
2.      Perpustakaan dan Observatorium
Merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi inimerupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa imperium sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Namun berbeda dengan institusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisidan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah, institusi ini diperluas penggunaannya. Pada masa Harun al-Rasyid, institusi ini bernama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak 815 M al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini, Baitul Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia dan India. Di instusi ini, al-Ma’mun mempekerjakan Muhammadibn Musa al-Hawarizmi yang ahli dibidang aljabar dan astronomi. Sejak pertengahan abad ke-9 Baitul al-Hikmah dikuasai oleh satu mazhab penerjemah dibawah bimbingan Hunayn ibn Ishaq. Mereka menerjemahkan karya-karya keilmuan lain dari Galen serta karya-karya filsafat dan metafisika Aristoteles dan Plato. Di Baitul Hikmah terdapat juga observatorium astronomi untuk meneliti perbintangan. Dalam bidang filsafat, para filosuf Islam berusaha menjawab persoalan-persoalan umat islam yang berkaitan dengan kepercayaan dan pemikiran baik secara teoritis maupun praktis, kemanusiaan  maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk dijawab sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinngi. Pada masa ini pemikiran filsafat mencangkup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi dan music yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran absrak, garis dan gambar, gerakan dan suara. Para filosuf semasa Abbasiyah seperti Ya’qub ibn Ashaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, ibn Bajah, Ifnu Tufail dan Ibnu Rushd menjelaskan pemikiran dengan menggunakan contoh, metaphor, analogi dan gambaran imaginative.






DAFTAR PUSTAKA
Sodiqin, Ali dkk. 2003. Sejarah Peradapan Islam. Yogyakarta: Lesfi.
Hitti, Philip K. 1970. Dunia Arab. Bandung: Vorkink Van Hoevev.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nasionalisme Arab