Situasi Timor Timur Sebelum Berintegrasi
1.
Keadaan
Alam Timtim
Timor
Timur dikenal sebagai provinsi Indonesia ke-27 yang wilayahnya mencakup Timor
bagian timur. Istilah Timor diperoleh dari pedagang Malaka yang menyebut pulau
tersebut sebagai pulau bagian Timor atau Timor. Wilayah Timtim membujur dari
arah barat daya ke timur laut. Satu-satunya batas darat adalah di sebelah barat
daya yaitu dengan bagian barat pulau Timor yang merupakan wilayah dari provinsi
NTT. Luas wilayah Timtim adalah 14.989,375 km persegi, sedangkan belahan bagian
barat yang masuk NTT adalah 13.819,41 km persegi.
Tanahnya
terdiri dari lapisan kapur sedimentes, karang-karang, tanah liat sering
ditandai oleh rengkah-rengkah di daerah pegunungan, tidak vulkanis. Di Timtim
musim kering terjai cukup lama, sementara pada musim hujan sering banjir dan sungai-sungai
banyak yang berubah alur.
Kondisi
tanah yang tandus menyebabkan tumbuh-tumbuhan tidak banyak jenisnya seperti di
Jawa, Bali, Sumatera. Hampir di seluruh pantai terdapat hutan bakau yang lebat,
di bagian selatan lebih subur dibanding bangian utara. Di Timtim tanaman kopi
merupakan tanaman ekspor.
2.
Penguasaan
Portugis
Orang-orang
Portugis diperkirakan sudah berada di Timor Barat sebelum pertengahan abad ke
16. Hal ini dapat diketahui karena pada tahun 1550 Pater Antonio Tavaera O.P
memandikan 5000 orang Timor. Namun demikian para pastor yang berkarya di Timor
masih Tinggal di Solor.
Setelah
berhasil membangun VOC di Maluku, Belanda mengusir Portugis dari wilayah
Indonesia, sehingga pada tahun 1616 Solor berhasil dikuasai oleh Belanda, dan
Portugis terdesak ke Pulau Timor. Pada tahun 1640 orang-orang Portugis mulai
membangun tempat tinggal baru di Timor, khusus untuk para pastor dan pedagang.
Sejak saat itu perhatian Portugis semakin terpusat ke Timor. Siasat pertama
yang berbentuk penyebaran agama dan perdagangan mulai berubah bentuk menjadi
ekspansi teritorial dengan mendirikan benteng-benteng. Politik adu domba
dipraktikan antara raja-raja setempat dan diakhiri dengan pengakuan kekuasaan
Portugis.
Portugis
tidak dengan mudah menanamkan kekuasaannya di Timtim, meskipun Timtim merupakan
daerah yang terpencil. Masyarakat Timtim terus menerus melakukan perlawanan
terhadap Portugis. Semasa Perang Pasifik, Timtim jatuh ke tangan Jepang.
Perlawanan terhadap Jepang dilakukan oleh tentara Australia, sementara tentara
Portugis tidak melakukan apa-apa. Bahkan tentara Portugis dilucuti oleh tentara
Jepang. Ketika perang selesai dan keamanan telah terjamin, Timtim dikembalikan
kepada Portugis. Namun dengan berakhirnya Perang Dunia II, rakyat Timtim mulai bangkit
menolak kembalinya Portugis. Pemerintah Portugis membentuk polisi rahasia untuk
mengawasi gerak-gerik rakyat. Rakyat yang didapati menentang Portugis ditangkap
dan dibuang ke Angola dan Mozambique.
Perlawanan
terakhir pada Portugis berlangsung pada tahun 1959 hingga ratusan pejuang
menjadi korban. Untuk mencegah terjadinya perlawanan lagi, Portugis menjelaskan
bahwa Timtim bukan jajahan Portugis tetapi wilayah Portugis di seberang lautan.
Selain itu Portugis mengadakan hubungan konsuler dengan Indonesia, Australia,
dan Taiwan dengan berkedudukan di Dili.
3.
Revolusi
Bunga dan Pengaruhnya Terhadap Timtim
Seperti
daerah-daerah jajahan Portugal lainnya, Timtim yang juga dipandang sebagai
bagian integral negara Portugal, sejak tahun 1961 mempunyai status provinsi,
sedang sebelum tahun 1961 kepada penduduk pribumi diberikan kesempatan untuk
memperoleh kesamaan hak dengan orang-orang Portugis sebagai assimilado. Akan
tetapi kenyataannya hanya sedikit orang yang memperoleh status itu karena
persyaratan yang berat.
Pada
tanggal 25 Maret 1974 di Portugal meletus Revolusi Bunga dan kelompok junta
militer pimpinan Jenderal de Spinola mengambil alih kekuasaan. Ia berusaha
memperbaiki keadaan seperti keterbelakangan Portugis di Eropa, pertentangan
politik yang berlarut-larut, ekonomi semakin merosot, pengangguran terus
meningkat, perang di daerah jajahan terus berkobar, dan menghasilkan keputusan
untuk memberikan pemerintahan sendiri kepada kolonialnya.
Pemerintahan
Spinola segera memenuhi janji untuk mengembalikan hak-hak sipil. Para tahanan
politik dibebaskan, partai pemerintah dibubarkan, polisi rahasia dihapus,
sensor pers ditiadakan dan kepada rakyat diberikan kebebasan untuk membentuk
partai politik dan mengambil bagian dalam penyusunan kebijaksanaan pemerintah.
Pemerintah
baru itu juga mengumumkan maksudnya untuk menerapkan azas-azas demokrasi di
provinsi-provinsi seberang lautan
termasuk Timtim, dan sehubungan dengan itu bermaksud untuk mengadakan suatu referandum
pada tanggal 31 Maret 1975 di mana rakyat dapat menentukan status politik dan
hari depan negerinya sendiri.
Selang
dua minggu setelah Revolusi Bunga, Gubernur yang merangkap Komandan Militer
Timtim, Kolonel Fernando Alves Aldeia mengumumkan kebebasan bagi rakyat untuk
membentuk partai politik, dan rakyat diberi kesempatan untuk menentukan nasib
sendiri dengan melalui referandum yang akan diselenggarakan pada tanggal 31
Maret 1975. Dengan adanya pernyataan dari pemerintah baru Portugal tersebut, rakyat
Timtim segera memanfaatkan kebebasan yang diberikan itu, sehingga terbentuk
partai-partai politik seperti partai Uni Demokrat Timor (UDT), partai Sosialis
Demokrat (Fretelin), dan perhimpunan Integrasi Timor-Indonesia (Apodeti). Dua
partai kecil muncul kemudian, yaitu Kota dan Tabralista yang sehaluan dengan
Apodeti.
Partai
UDT didirikan oleh tokoh partai Aksi Nasional Rakyat yang telah dibubarkan,
Mario Viegas Carrascalao. Tujuannya untuk memperjuangkan agar Timtim tetap di
bawah Portugal, sebab ekonomi Timtim lemah dan belum mempunyai tenaga terdidik.
Pendukungnya adalah orang kulit putih dan pejabat pemerintah. Fretelin
didirikan oleh Xavier do Amaral dengan Wakil Sekjen Lobato, dengan urusan luar
negeri Ramos Horta. Tujuannya otonomi menuju kemerdekaan sendiri. Apodeti
didirikan oleh Araujo dengan Sekjen Osorio Soares dan bertujuan untuk
memperjuangkan integrasi Timtim dengan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.Kardiyat Wiharyanto. 2011. Sejarah Indonesia: Dari Proklamasi Sampai
Pemilu 2009. Yogyakarta: USD.
Nevins Joseph. 2008. Pembantaian Timor Timur: Horor Masyarakat
Internasional. Yogyakarta: Galangpress.
Taylor G John. 1998. Perang Tersembunyi: Sejarah Timor Timur Yang
Dilupakan. Timor Timur: FORTILOS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar